BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Picture. Patient of Sindrom
Steven Johnson
Sindrom Stevens-Johnson
pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter
tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya (Adithan,2006).
Sindrom Stevens-Johnson Dijelaskan pertama kali pada tahun
1922, sindrom Stevens-Johnson merupakan hipersensitivitas yang dimediasi
kompleks imun yang merupakan ekspresi berat dari eritema multiforme. Sindrom
Stevens-Johnson (SSJ) (ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom
mukokutaneaokular, eritema multiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor,
eritema bulosa maligna) adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema,
vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir
orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai
buruk.(Hamzah,2002)
Sindrom Stevens-Jhonson merupakan kumpulan gejala (sindrom)
berupa kelainan dengan ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada
muara rongga tubuh yang mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata.
Penyebab pasti dari Sindrom Stevens-Jhonson saat ini belum diketahui namun
ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya Sindrom Stevens-Jhonson seperti
obat-obatan atau infeksi virus. mekanisme terjadinya sindroma pada Sindrom
Stevens-Jhonson adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya.
Sindrom Stevens-Jhonson muncul biasanya tidak lama setelah
obat disuntik atau diminum, dan besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang
tidak berhubungan lansung dengan dosis, namun sangat ditentukan oleh reaksi
tubuh pasien. Reaksi hipersensitif sangat sukar diramal, paling diketahui jika
ada riwayat penyakit sebelumnya dan itu kadang tidak disadari pasien, jika tipe
alergi tipe cepat yang seperti syok anafilaktik jika cepat ditangani pasien
akan selamat dan tak bergejala sisa, namun jika Sindrom Stevens-Jhonson akan
membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan tidak segera menyebabkan kematian
seperti syok anafilaktik.
Oleh beberapa kalangan disebut sebagai eritema multiforme
mayor tetapi terjadi ketidak setujuan dalam literatur. Sebagian besar penulis
dan ahli berpendapat bahwa sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal
toksik (NET) merupakan penyakit yang sama dengan manifestasi yang berbeda.
Dengan alasan tersebut, banyak yang menyebutkan Sindrom Stevens-Jhonson/Nekrolisis
Epidermal Toksik. Sindrom Stevens-Jhonsons secara khas mengenai kulit dan
membran mukosa.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
membahas konsep dasar dari Sindrom Stevens-Jhonson dan mengetahui Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Sindrom Stevens-Jhonson
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Sindrom
Stevens-Jhonson
Picture . patient of sindrom steven
johnson
Syndrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit,
selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai
purpura. ( Djuanda, 1993 : 107 ).
Syndrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat
yang terdiri dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis ( Junadi,
1982 : 480 ).
Syndrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa
eritema, vesikel / bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit,
selaput lendir yang oritisium dan dengan keadaan omom bervariasi dan baik
sampai buruk. ( Mansjoer, A, 2000 : 136 ).
Sindrom Stevens-Johnson,
biasanya disingkatkan sebagai Sindrom Stevens-Jhonson, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat.
Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada
versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis
epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih
ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM) (Adithan,2006).
Picture. Erythema multiforme differences, Stevens-Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis
|
2.2.Etiologi Sindrom Stevens-Jhonson
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor
yang dapat dianggap sebagai penyebab, adalah :
a. Alergi obat secara
sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ).
Penggunaan obat
paling sering pada anak yang berkaitan dengan timbulnya sindrom ini adalah sebagai
berikut:
ü Carbamazepine
(Tegretol – pengobatan anti kejang)
ü Cotrimoxazole
(Septra, Bactrim dan berbagai nama generik dari trimethoprim-sulfazoxazole).
Ini adalah golongan sulfa antibiotik yang digunakan untuk mengatasi infeksi
saluran kemih dan mencegah infeksi pada telinga
ü Sulfadoxine dan
pyrimethamine, digunakan sebagai pengobatan malaria dan pada anak dipakai pada
pasien dengan penyakit immunodefisiensi
b. Alergi obat secara
sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ).
Penyakit infeksi yang telah dilaporkan dapat menyebabkan
sindrom ini meliputi:
ü Viral: herpes
simplex virus (HSV)1 dan 2, HIV, Morbili, Coxsackie, cat-scratch fever,
influenza, hepatitis B, mumps, lymphogranuloma venereum(LGV), mononucleosis
infeksiosa, Vaccinia rickettsia dan variola. Epstein-Barr virus and
enteroviruses diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya sindrom ini pada anak.
ü Bakteri: termasuk
kelompok A beta haemolytic streptococcus, cholera, Fracisella tularensis,
Yersinia, diphtheria, proteus, pneumokokus, Vincent agina, Legionaire, Vibrio
parahemolitikus brucellosis, mycobacteriae, mycoplasma pneumonia tularemia and
salmonella typhoid.
ü Jamur: termasuk
coccidioidomycosis, dermatophytosis dan histoplasmosis.
ü rotozoa: malaria
and trichomoniasis.
c. Neoplasma dan
faktor endokrin
d. Faktor fisik
(sinar matahari, radiasi, sinar-X)
e. Makanan :
coklat
Picture. Salisilat
2.3.Patofisiologi Sindrom
Stevens-Jhonson
Sindrom Stevens-Jhonson merupakan kelainan hipersensitivitas
yang dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus
dan keganasan. Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi
hipersensitif tipe III dan IV.
a. Reaksi hipersensitif tipe III
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen
antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.Akibatnya
terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab
kerusakan jaringan pada organ sasaran ( target- organ ). Hal ini terjadi
sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah mengendap didalam
pembuluh darah atau jaringan.
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi
terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat
melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat
tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast
sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi
tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis
sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan
sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
|
b. b. Reaksi hipersensitif tipe IV
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T
yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian
limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan
sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi
penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini
bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya.
Gambar bagan patofisiologi Sindrom
Stevens-Jhonson
(Hipersensifif
tipe III)
(Hipersensifif
tipe IV)
Alergi
Obat
Limfosit T tersintesisasi
Pengaktifan sel T Antigen
antibodi aktivitas s.komplemen
Akumulasi
Netrofil
Penghancuran sel-sel
Melepaskan
Enzim
Kerusakan
Enzim & menyebabkan kerusakan jaringan
2.4. Manifestasi Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya
bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun,
penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai
gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan
nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan
berupa:
a.
Gejala prodromal berkisar antara 1-14
hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah,
pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan
kombinasi gejala tersebut.
b.
Kulit berupa eritema, papel,
vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
c.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi,
ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam
1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut,
anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan
krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
d.
Mata : konjungtivitas
kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan
sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang
menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan
inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang
diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid
bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
2.5. Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati
sejumlah 80 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah
kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syok
pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi.
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku
dalam menegakkan diagnosis.
a.
CBC ( complek blood count ) bisa didapatkan sel darah putih
yang normal atau leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit
kemungkinan disebabkan karena infusi bakteri.
b.
Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila
dicurigai, penyebab infeksi.
c.
Tes lainya :
ü
Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma
ü
Adanya mikrosis sel epidermis
ü
Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator
2.7. Penatalaksanaan
a.
Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik
dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan preanisone 30 – 40 mg sehari. Namun
bila keadaan umumnya burukdan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan
cepat. Kartikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksamate
dan intravena dengan dosis permulaan 4 – 6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien stevens-johnson
berat harus segera dirawat dan berikan deksametason 6x5 mg intravena setelah
masa kritisteratasi, kedaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama
mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, tiap hari diturunkan 5 mg.
Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan table
kortikosteroid, misalnya prenidesone yang diberikan keesokan harinya dengan
dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat
tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakuakn
pemeriksaan elektrolit ( K, Na dan CI ) bila ada gangguan harus diatasi,
misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg / hari dan diet
rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein / anabolik seperti nandroklok
dekanoat dan nanadrolon fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa ( dosis
untuk anak tergantung berat badan ).
b.
Antibiotik.
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumia
yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotik yang jarang
menyebabkan alergi, berspektrom luas dan bersifat sakteriosidal misalnya
gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
c.
Infus dan Transfusi darah
Pengaturan keseimbangan
cairan / elektron dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat
menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun.
Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila
terapi tidak memberi perbaikan dalam 2 – 3 hari, maka dapat diberikan transfusi
darah banyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang
disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula
ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
d.
Tropikal
Terapi tropikal
untuk lesi dimulut dapat berupa kanalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang
erosif dapat diberikan sutratulle atau krim sulfa diarine perak.
BAB III
TINJAUAN
TEORITIS
3.1. Tinjauan teoritis keperawatan
A. Pengkajian
a. Data Subyektif
·
Klien mengeluh demam tinggi,
lemah letih, nyeri kepala, batuk, pilek, dan
nyeri tenggorokan / sulit menelan
b. Data Obyektif
·
Kulit eritema, papul, vesikel,
bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura.
·
Krusta hitam dan tebal pada
bibir atau selaput lendir, stomatitis dan pseudomembran di faring
·
kongjungtivitis purulen,
perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
·
nefritis dan onikolisis.
c. Data Penunjang
·
Laboratorium : leukositosis
atau esosinefilia
·
Histopatologi : infiltrat sel
mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis
sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel epidermis.
·
Imunologi : deposis IgM dan C3
serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
3.2. Diagnosa Keperawatan
PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN
SYNDROMA STEPEN JHONSON
No
|
Diagnosa Keperawatam
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Gangguan
integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
|
menunjukkan
kulit dan jaringan kulit yang utuh
|
·
Catat turgor sirkulasi dan sensori serta
perubahan lainnya yang terjadi.
·
Gunakan pakaian tipis dan alat tenun
yang lembut
·
Jaga kebersihan alat tenun
·
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
kortikosteroid
|
·
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada
status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
·
Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari
baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan
dan menurunkan resiko infeksi
·
Untuk mencegah infeksi
·
Untuk mencegah infeksi lebih lanjut
|
2
|
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
|
badan
stabil/peningkatan berat badan
|
·
Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai
·
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
·
Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
·
Kerjasama dengan ahli gizi
|
·
Memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol,
meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki
pemasukan
·
Membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
·
Meningkatkan nafsu makan
·
Kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi
jaringan.
|
3
|
Gangguan
rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
|
·
Melaporkan nyeri berkurang
·
Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh
rileks
|
·
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya
·
Berikan tindakan kenyamanan dasar
ex: pijatan pada area yang sakit
·
Pantau TTV
·
Berikan analgetik sesuai indikasi
|
·
Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat
beratnya keterlibatan jaringan
·
Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan
umum
·
Metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan
efek obat
·
Menghilangkan rasa nyeri
|
4
|
Gangguan
intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
|
Klien
melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
|
·
Kaji respon individu terhadap aktivitas
·
Bantu klien dalam memenuhi aktivitas
sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien
·
Jelaskan pentingnya pembatasan energi
·
Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
|
·
Mengetahui tingkat kemampuan individu dalam
pemenuhan aktivitas sehari-hari.
·
Energi yang dikeluarkan lebih optimal
·
Energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
·
Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
|
5
|
Gangguan
Persepsi sensori: kurang
penglihatan
b.d konjungtifitis
|
·
Tindakan
·
Menyadari hilangnya pengelihatan
secara permanen
|
·
Kaji dan catat ketajaman
pengelihatan
·
Kaji deskripsi fungsional apa yang
dapat dilihat/tidak
·
Sesuaikan lingkungan dengan
kemampuan pengelihatan:
a. Orientasikan
thd lingkungan.
b.
Letakan alat-alat yang sering
dipakai dalam jangkuan pengelihatan klien.
c.
Berikan pencahayaan yang cukup.
d.
Letakan alat-alat ditempat yang
tetap.
e. Berikan
bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar
f.
Hindari pencahayaan yang menyilaukan.
g. Gunakan jam yang ada bunyinya.
·
Kaji jumlah dan tipe rangsangan
yang dapat diterima klien.
|
·
Menetukan kemampuan visual
·
Memberikan keakuratan thd
pengelihatan dan perawatan
·
Meningkatkan self care dan mengurangi
ketergantungan.
·
Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan
pengelihatan menurun.
|
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Seorang anak
usia 5 Tahun di bawa ke RS. Sari Mutiara dengan Keluhan Sakit Kepala,
batuk,Pilek dan demam dengan Temperatur 390C, sulit menelan dikarenakan adanya
lesi di bibir dan nyeri tenggorokan, muncul bintik-bintik merah, eritema di
seluruh tubuh dan wajah, tidak selera makan, mual dan muntah. TTV : RR 28 x/i,
HR 80 x/i. Turgor Kulit Jele. Ibu mengatakan BB anak menurun dari 25 kg menjadi
22 kg dalam waktu 2 bulan dan anak tidak selesara makan.
4.1 Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA SISTEM INTEGUMEN PADA Valen Zega
I.
BIODATA
A.
Identitas Pasien
Nama :Valen Zega
Umur : 5 Tahun
Status
Kesehatan : Sakit
Agama : Kristen
Protestan
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Alamat : Jln. Bhakti
Luhur
Tanggal
Masuk : 1 Maret 2012
No.
Register : 11112011
Ruang/Kamar : II/Rajawali
Golongan
Darah : AB
Tanggal
Masuk : 1 Maret 2012
Tanggal
Pengkajian : 2 November 2011
Diagnosa
Medis : Sindrom Stevens Jhonson
B.
Penanggung Jawab Pasien / Keluarga Terdekat
Nama : Jhon Irwan
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan
dengan pasien : Ayah pasien
Alamat : Jln. Bhakti
Luhur
C.
Keluhan Utama : Sakit kepala, batuk,
pilek,demam, sulit menelan, nyeri tenggorokan,muncul bintik-bintik merah pada
kulit, tidak selera makan, mual, muntah, berat badan menurun (sebelum 25kg,
sesudah 22kg)
II.
RESUME
TTV
:
·
Temp : 390C
·
Nadi : 80x/menit
·
RR : 28x/menit
BB : 22 kg
III.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Faktor Pencentus :
alergi obat
2.
Lamanya keluhan : 2 bulan
3.
Bagaimana yang dirasakan : nyeri
4.
Bagaimana yang dilihat : adanya bintik-bintik merah
5.
Faktor yang memperberat : garukan
6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri : mengaruk
7. Upaya yang dilakukan oleh orang lain :
membawa ke rumah sakit
8. Pola nutrisi
-
Diet : Bubur
-
Nafsu makan : menurun
-
Mual : ada
-
Muntah : ada
-
Frekuensi makan : 2 kali/ hari
-
Jumlah makanan dan minuman :
makan : 1/2 piring / makan
makan : 1/2 piring / makan
Minum : 5
gelas (250 ml/gls)
-
Berat badan : 22 kg
-
Tinggi badan : 100 cm
D.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1.
Penyakit yang pernah dialami
a. Masa kanan-kanak :
flu
b. Riwayat kecelakaan :
tidak ada
c. Pernah dirawat :
tidak
d. Pernah operasi :
tidak
2. Riwayat Alergi
a. Tipe alergi :
alergi tipe III dan IV
b. Reaksi :
nyeri yang
hebat
c. Tindakan :
menggaruk
3. Kebiasaan :
main bola
4. Imunisasi :
imunisasi campak dan polio
5. Pola nutrisi
-
Diet : Nasi biasa
-
Nafsu Makan : berkurang
-
Mual : ada
-
Muntah : ada
-
Frekuensi makan : 2kali/ hari
-
Jumlah makanan dan minuman :
·
Makan : 1/2 piring
·
Minum : 5gelas (250 ml/gls)
-
Berat Badan : 22 kg
-
Tinggi Badan : 100 cm
E.
Riwayat Kesehatan Keluarga :
1. Orang tua :
tidak ada
2. Saudara Kandung :
tidak ada
3. Penyakit keturunan yang ada :
tidak ada
4. Anggota keluarga yang meninggal :
tidak ada
5. Gambar genogram
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempua
: Penderita Sindrom
Stevens Jhonson
F.
Pola Kebiasaan Sehari-hari :
1.
Biologis
No
|
POLA
|
SEBELUM MASUK RS
|
SESUDAH MASUH RS
|
1
|
Nutrisi :
a. Makanan yang disukai
b. Diet
c. Nafsu makan
d. Lain-lain
|
Coklat
Nasi
Menurun
Tidak ada
|
Tidak ada
Bubur
Normal
Tidak ada
|
2
|
Minum :
a. Pola minum
b. Jenis minuman
c. Banyaknya
d. Minuman yang disukai
|
5 gelas
Air putih
1,25 L
Teh
|
7 gelas
Teh, air putih,susu
1,75 L
Teh,susu
|
3
|
Pola istirahat/tidur :
a. Waktu tidur
·
Siang
·
Malam
b. Lama tidur
c. Kebiasaan tidur malam
d. Kebiasaan tidur siang
e. Kesulitan tidur
f. Cara mengatasinya
|
Tidak ada
20.00 - 05.00 wib
7 Jam/hari
Terganggu
Terganggu
(+)
Tidak ada
|
13.00-14.00 Wib
20.00 – 06.00 Wib
9 jam/hari
Mulai bisa tidur
Bisa tidur
Menurun
Tidak ada
|
4
|
Pola eliminasi fekal/BAB:
a. Frekuensi
b. Konsistensi
c. Warna
d. Waktu (pagi,siang,malam)
|
2 kali/ hari
Cair
Kuning
Pagi dan siang
|
2 kali/ hari
Padat
Kuning
Pagi dan siang
|
5
|
Pola eliminasi urin/BAK :
a. Frekuensi
b. Banyaknya/Jumlah
c. Kejernihannya/Warna
d. Bau
e. Kelainan
|
3 kali/ hari
800 cc
Kuning
Khas
Tidak ada
|
5 kali/ hari
900 cc
Kuning
Khas
Tidak ada
|
6
|
Pola Aktivitas :
a. Bekerja di
b. Jarak tempat kerja dari rumah
c. Kendaraan yang dipakai
d. Jumlah jam kerja/hari
|
--
-
-
|
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
|
7
|
Kebersihan diri /
personal hygiene
a. Kebiasaan mandi
b. Menggosok gigi
c. Mencuci rambut
d. Memotong kuku
|
1-2
x / hari
2
kali/hari
1/hari
1x/2bulan
|
3 x / hari
3 Kali/ Hari
3 Kali/hari
1 kali/bulan
|
8
|
Pola Rekreasi / Aktivitas
a. Tempat hiburan/liburan
b. Jenis olahraga
c. Frekuensi olahraga
d. Jenis pekerjaan
e. Jumlah jam kerja
|
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pelajar
-
|
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
|
G.
Riwayat Lingkungan
a. Kebersihan lingkungan rumah :
Kurang Bersih
b. Bahaya :
Penumpukan Sampah
c. Polusi lingkungan rumah :
Polusi Kendaraan
H.
Riwayat / Keadaan Psikologis / Sosial / Spiritual
1. Bahasa yang digunakan :
Bahasa Indonesia
2. Persepsi terhadap penyakit :
Tidak Sembuh
3. Pola pikir dan persepsi kesulitan yang dialami : Negatif, tidak bisa sembuh
4. Pola koping :
a. Harga diri :
Menurun
b. Ideal diri :
Menurun
c. Identitas diri :
Menurun
d. Gambaran diri :
Jarang ke luar rumah karena penyakit
5. Suasana hati :
Nyeri
6. Kegemaran :
Main bola
7. Daya adaptasi :
Kurang
8. Hubungan / Komunikaksi :
a. Bicara :
Jarang
b. Tempat tinggal :
Kurang
c. Kehidupan keluarga :
Biasa
d. Keuangan :
Mencukupi
9. Pertahanan koping :
a. Pengambilan keputusan :
-
b. Yang disukai tentang diri sendiri
: -
c. Yang ingin diubah dalam kehidupan : -
d. Yang dilakukan bila stress :
-
e. Yang dilakukan perawat agar pasien merasa nyaman : Memberi Lingkungan Yang nyaman
10. System nilai kepercayaan :
a. Siapa atau apa sumber kekuatan :
Tuhan
b. Kepercayaan :
pasti sembuh
c. Kegiatan agama yang dilakukan selama di RS : tidak ada
I.
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital (Tanggal
: 1 Maret )
a. Keadaan umum :
lemah
b. Tingkat kesadaraan : sadar
c. Suhu / Temp :
390C
d. Denyut Nadi / Pols : 80X/menit
e. Pernafasan / RR :
28X/menit
2. Head to toe dan pengkajian system
a. Kepala dan rambut dan wajah
·
Kepala : Pasien mengeluh sakit
·
Bentuk kepala : Bulat
·
Ukuran : Simetris
·
Posisi : Simetris
·
Warna Rambut : Hitam
·
Bentuk Rambut : keriting
·
Kebersihan Kulit kepala : ada ketombe
·
Warna : putih
·
Struktur wajah : Oval
b. Mata
·
Bentuk : Sipit (Simetris)
·
Sclera : normal
·
Konjungtiva : Ananemis
·
Pupil : isokor
·
Fungsi penglihatan : normal
·
Retina : normal
c. Hidung / Penciuman
·
Bentuk : simetris
·
Peradangan : tidak ada
·
Perdarahan : tidak ada
·
Cairan : tidak ada
·
Fungsi penciuman : baik
·
Lubang hidung : simetris
·
Polip : tidak ada
·
Sinusitis : tidak ada
·
Pernah mengalami flu : pernah
d. Telinga / Pendegaran
·
Bentuk : normal
·
Peradangan : tidak ada
·
Perdarahan : tidak ada
·
Cairan : tidak ada
·
Fungsi pendegaran : baik
·
Alat bantu pendengaran : tidak
e. Rongga mulut dan Faring
·
Keadaan bibir : lesi
·
Mukosa gigi : kering
·
Keadaan gusi dan gigi : kering
·
Kesulitan menelan : ada
·
Alat bantu bicara : tidak ada
·
Gigi : kotor
·
Tonsil / faring : tidak ada (Normal)
·
Peradangan : tidak ada
·
Perdarahan : tidak ada
·
Laring : Normal
·
Peradangan : tidak ada
·
Fungsi pengecapan : baik
f. Leher
·
Kelenjar getah bening : Normal
·
Kelenjar tiroid : Normal
·
Vena jugularis : normal
·
Kekakuan : Tidak ada
g. Thorax
·
Bentuk rongga : simetris
·
Bunyi nafas : tidak ada
·
Irama pernafasan : Normal
·
Bunyi jantung : tidak ada
·
Nyeri dada : tidak ada
h. Abdomen
·
Bentuk : simetris
·
Turgor kulit : jelek
·
Massa / cairan : tidak ada
·
Hepar : baik
·
Ginjal : normal
·
Bising usus : normal
i.
Perineum / Genetalia
·
Kebersihan perineum : bersih
·
Perdarahan : tidak ada
·
Peradangan : tidak ada
·
Haemoroid : tidak ada
·
Alat genetalia : bersih
j.
Sirkulasi
·
Suara jantung : Normal
·
Suara jantung tambahan : tidak ada
·
Palpitasi : normal
·
Perubahan warna kulit, kuku,
bibir : ada
·
Edema jaringan : tidak ada
Nadi : tidak Normal
k. Neurologis
·
Memori saat ini : Normal
·
Memori yang lalu : Normal
·
Keluhan pusing : ada
·
Lama tidur : 7 jam
·
Gangguan tidur : (+)
·
Genggaman tangan kiri/kanan : melemah
l.
Muskuloskletal
·
Pergerakan ekstremitas : lemah
·
Kekuatan otot : menurun
·
Fraktur : tidak ada
·
Kelainan tulang belakang : tidak ada
·
Traksi / spalk/ gips : tidak ada
m. Pencernaan
·
Mulut : kotor dan kering
·
Tenggorokan : nyeri
·
Abdomen : normal
·
Nafsu makan : menurun
·
Porsi makan :1/2piring
n. Eliminasi
·
Pola BAB : 2 kali/Hari
·
Konstipasi : tidak ada
·
Diare : tidak ada
·
Riwayat perdarahan : tidak ada
·
Pola BAK : 5 kali/hari
·
Jumlah urin : 900 cc
·
Inkontinensia : mampu
·
Karakter urin : bau ke kuning-kuningan
·
Hematuria : tidak ada
·
Peradangan : tidak ada
·
Nyeri / rasa terbakar /
kesulitan BAK : ada
o. Integumen
·
Turgor kulit : jelek
·
Tekstur kulit : kering
·
Kelembapan : kering
·
Lesi : (+)
·
Jaringan parut : tidak ada
·
Suhu : 390C
·
Edema : tidak
ada
·
Eritema : Kemerahan
PENGKAJIAN
A. Analisa data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
problem
|
1.
|
DS :
·
Demam
·
Mual & muntah
·
Nyeri tenggorokan
DO
·
Suhu 390C
·
RR 28 x/i
·
Turgor kulit jelek
·
Eritema Seluruh tubuh
|
Tidak
adekuat intake cairan, Hipertermi
|
Kekurangan
Volume Cairan
|
2.
|
DS :
o
Nyeri Tenggorokan
o
Sakit kepala
DO :
·
Wajah meringis
·
Lesi di bibir
·
Eritema
·
RR 28x/i
|
Inflamasi
pada kulit
|
Nyeri
|
3
|
DS :
·
mual dan muntah
·
sulit menelan
·
tidak selera makan
DO :
·
lesi di bibir
·
Nyeri Tenggorokan
|
Intake
tidak adekuat karena adanya lesi
|
Nutrisi
kurang dari kebutuhan
|
4
|
DO :
·
Bintik-bintik merah pada kulit dan wajah
·
Kulit kering
|
eritema
|
Gangguan
integritas kulit
|
4.2 Diagnosa
1.
Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan
jaringan kulit ditandai dengan suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di
bibir,RR 28x/i, HR : 80x/i.
2.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan wajah
meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i
3.
Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak
adekuat karena adanya lesi ditandai dengan
nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi
22 kg, tidak selera makan
4.
gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik
merah pada kulit dan wajah, kulit kering
4.3.Prioritas Masalah
1.
Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan
jaringan kulit ditandai dengan suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di
bibir,RR 28x/i, HR : 80x/i.
2.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan wajah
meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i
3. Perubahan
pola nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat karena adanya lesi ditandai
dengan nyeri tenggorokan,sulit
menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak
selera makan
4. gangguan
integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah,
kulit kering
4.4. Perencanaan Asuhan keperawatan
No
|
Tanggal
|
Dx.Keperawatan
|
Tujuan/KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
3 Maret
|
Kekurangan volume cairan tubuh b/d kerusakan jaringan
kulit d/d suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di bibir.
RR : 28x/i
Pols : 80x/i
|
Tujuan : tidak terjadi kekurangan
volume cairan
KH:
·
keluaran
urine individu adekuat (0,5-1,0 mg/kg BB/jam)
·
Urin
jernih dan berwarna kuning
·
Membran
mukosa lembab
·
Denyut
nadi (60-100 x/menit)
|
·
Observasi
tanda-tanda vital
·
Monitor
dan catat cairan yang masuk dan keluar
·
Kaji
dan catat turgor kulit
|
·
Untuk
memonitor keadaan umum klien
·
Agar
keseimbangan cairan tubuh klien terpantau
·
Untuk
mengetahui keseimbangan cairan tubuh
|
·
Jam
09.00 wib
Mengobservasi tanda-tanda vital
Suhu : 38,50C
RR : 20x/m
Pols : 60x/m
·
Jam
10.00 wib
Memonitor dan mencatat cairan yang masuk dan keluar
Cairan infus : RL 20 tetes/menit
·
Jam
11.00 wib
Mengkaji dan mencatat turgor kulit
Turgor : baik
|
Subjek :
·
Demam
Objek :
·
lesi (+)
·
turgor jelek
·
RR 26x/m
·
Pols :80x/m
·
Temp :38,50C
Assestment :
Belum Teratasi
Planning :
Intervensi dilanjutkan (1-3)
|
2
|
4 Maret
|
Nyeri
b/d inflamasi
pada
kulit d/d wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit
kepala, Eritema, RR 28x/i
|
Tujuan : nyeri
dapat dikontrol/hilang
KH :
·
Klien
melaporkan nyeri berkurang Skala nyeri 0-2
·
Klien
dapat beristirahat
·
Ekspresi
wajah rileks
·
RR
: 16 -20 x/menit
|
·
Kaji
tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri
·
Anjurkan
dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam
·
Tingkatkan
periode tidur tanpa gangguan
|
·
Untuk
mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan
intervensi
·
Untuk
mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan
otot
·
Kekurangan
tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri
|
·
Jam
10.00 wib
Mengkaji tingkat skala Nyeri
Skala : 7
·
Jam
10.30 wib
Menganjurkan dan mengajarkan teknik relaksasi
Teknik :
tarik Napas dalam
·
Jam 11.15 wib
Meningkatkan periode tidur tanpa gangguan.
Caranya : Mengurangi batas kunjungan pasien
|
Subjek :
·
Nyeri Tenggorokan
Objek :
·
Lesi bibir
·
Wajah
·
Skala nyeri 4
Assestment :
Belum Teratasi
Planning :
Intervensi lanjutkan (1-3)
|
3
|
5 Maret
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat karena
adanya lesi d/d nyeri
tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg,
tidak selera makan
|
Tujuan : nutrisi klien terpenuhi
KH :
·
Tidak
terjadi penurunan BB/BB ideal
·
Nafsu makan meningkat
·
Makanan
yang disediakan 80% dihabiskan
|
·
Anjurkan
keluarga untuk membersihkan mulut klien sebelum dan sesudah makan
·
Berikan
makan dan makanan sedikit tapi sering
·
Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
|
·
Untuk
meningkatkan nafsu makan dan memberikan rasa
·
Membantu
mencegah distensi gaster dan meningkatkan
pemasukan
·
Meningkatkan nafsu makan
|
·
Jam 09.00 wib
Menganjurkan keluarga untuk membersihkan mulut
klien.
ü Mengajarkan cara membersihkan mulut
·
Jam 10.00 wib
Memberikan makanan sedikit tapi sering
·
Jam 11.30 wib
Memberikan makanan hangat
|
Subjek :
·
Nyeri tenggorokan
·
Sulit
menelan
·
Mual
·
muntah
Objek :
·
Ansietas (+)
·
BB turun 3 kg
Assestment :
Belum Teratasi
Planning :
Intervensi 1-3 diulangi
|
4
|
6 Maret
|
Gangguan
integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah,
kulit kering,Turgor Jelek,
|
Kulit
Kemabali Normal
KH :
·
Tidak ada bintik-bintik merah pada kulit dan wajah
·
Turgor membaik
·
Kulit lembab
|
·
Pertahankan seprei bersih, kering dan tidak berkerut
·
Kaji Kulit Setiap hari. Catat warna, turgor sirkulasi dan sensasi.
Gambarkan lesi dan amati
·
Kolaborasi
Berikan matras atau tempat tidur busa /flotasi
|
·
Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang
menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi
·
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan
dan melakukan intervensi tepat.
·
Menurunkan iskemia jaringan, mengurangi tekanan pada kulit, jaringan dan
lesi
|
·
Jam 09.50 wib
Mengganti seprei lama dengan seprei baru
·
Jam 09.55 wib
·
Jam 09.50
Memberikan matras
|
Subjek:
--
Objek
·
Turgor mulai membaik
·
Bintik-bintik merah pada kulit dan wajah
·
Kulit melai membaik
Assestment
:
Belum
teratasi
Planning
:
Ulangi
intervensi 1-3
|
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Syndrom steven johnson merupakan syndrom yang mengenai
julit, selaput lendir, di orifisum dan mata dengan keadaan umum
bervariasi dan ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema,vesikel atau
bula dapat disertai purpura.
Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi
alergi obat (misalnya, penisilin, analgetik, anti
peuritik ). Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, parasit ). Neoplasma
dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan.
Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa :
kelainan kulit yang terdiri daribatuk eritema, vesikel dan bula,
kelainan selaput lendir di orivisium, dan kelainan mata yang ditemukan konjungtivitis
kornea.
5.2 SARAN
1)
Untuk rumah sakit
Rumah sakit mampu memberikan pelajaran yang baik pada klien
Rumah sakit membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan
2)
Untuk sesama profesi / perawat
Perawat selalu melakukan pengawasan 1 x 24 jam pada klien
Perawat harus mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan klien
Perawat harus memberikan asuhan keperawatan dengan benar dan bertanggung jawab
3)
Untuk keluarga / klien
Keluarga harus mengawasi dan membatasi aktivitas klien
Keluarga harus memberikan nutrisi yang adekuat kepada klien agar kesehatan
klien cepat membaik
DAFTAR PUSTAKA
Michael I.Greenberg dkk.Teks-Atlas
Kedokteran Kedaruratan Greenberg jilid II jakarta:2005 ECG
Doenges.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer,
Arif dkk.2000.kapita selekta kedokteran.jakarta:Media Aesculapus
Keperawatan
medikal bedal,Brunner & suddarth.
No comments:
Post a Comment