Recent Post

Future Video

Saturday, March 31, 2012

TEORI-TEORI PENUAAN


TEORI-TEORI, MITOS DAN REALITA
PADA LANSIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
ADE IRWAN SURYAMAN HURA
Dosen Pembimbing : Ns. Rossety S.Kep


 


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKes MUTIARA INDONESIAMEDAN
TAHUN 2011/2012

KATA PENGANTAR
                Puji dan syukur Saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kesempatan-Nya yang telah diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Makalah Komunitas II yang berjudul Teori-Teori Penuaan, Mitos dan Realita Pada Lansia dengan  baik  walaupun banyak terdapat kekurangan dalam menyusun makalah ini.
                Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Komunitas II kepada Ibu Ns.Rossety S.Kep yang telah memberikan kesempatan kepada saya  dalam menyelesaikan Makalah ini.
                Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah  ini. Atas saran dan kritiknya saya terima dan akan dipergunakan untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita yang membaca.Atas perhatian dan kerjasama saya mengucapkan terima kasih.


PENYUSUN,


  Ade Irwan S. Hura

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Populasi orang berusia lanjut di dunia mengalami pertumbuhan yang cepat saat ini dan diprediksikan akan terus meningkat di masa yang akan datang. Hingga tahun 2020, populasi dunia diperkirakan mencapai lebih dari 1 milyar orang berumur 60 tahun atau lebih, dan sebagian besar di negara sedang berkembang (Beers, 2005). Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2010, di Indonesia terdapat 23.992.552 penduduk usia lanjut. Diperkirakan pada tahun 2020, jumlah penduduk usia lanjut ini sebesar 11,34% (Baskoro dan Konthen, 2008).
Pertumbuhan populasi ini merupakan hasil bertambah panjangnya rata-rata harapan hidup manusia dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama yang berkaitan dengan kesehatan atau kedokteran. Namun, bertambahnya rata-rata usia harapan hidup ini juga menghadirkan masalah-masalah baru di bidang kesehatan yang belum pernah dihadapi sebelumnya, yaitu meningkatnya prevalensi penyakit-penyakit degenaratif, seperti penyakit jantung koroner, penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru dan lain-lain. Banyak penyakit degeneratif (penyakit akibat penurunan fungsi sruktur jaringan atau organ tubuh seiring proses penuaan) yang muncul sangat berkaitan dengan gaya hidup seseorang, salah satunya adalah perilaku merokok.
Merokok merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas prematur paling penting pada populasi dunia yang seharusnya bisa dicegah. Angka kematian dini ini diperkirakan mencapai 4,8 juta orang setiap tahunnya di seluruh dunia pada tahun 2000 dengan 2,4 juta orang di antaranya terjadi di negara berkembang dan sisanya terjadi di negara-negara maju (Burns, 2005; McPhee dan Pignone, 2007). Angka itu kini meningkat menjadi 5,4 juta kematian setiap tahunnya pada tahun 2006. WHO memperkirakan angka tersebut masih akan terus naik dan mencapai 10 juta kematian per tahun pada tahun 2030 (Jaya, 2009). Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku merokok dapat mengurangi angka harapan hidup sampai 8,8 tahun (Streppel, et al., 2007) . Di Indonesia, menurut data hasil laporan Lembaga Demografi Universitas Indonesia, jumlah perokok mencapai 57 juta orang (Barber et al., 2008). Diperkirakan lebih dari separuh dari jumlah itu akan mengalami kematian akibat berbagai macam penyakit yang ditimbulkannya dalam jangka panjang, dengan rata-rata 427.948 kematian per tahun (Barber et al., 2008).
Rokok menyebabkan mortalitas secara tidak langsung dengan meningkatkan insiden berbagai macam penyakit degeneratif pada beberapa sistem organ, yaitu sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, sistem muskuloskeletal, kulit, sistem syaraf, dan sistem imun (Burns, 2005; Tyndale dan Sellers, 2005; Hukkanen et al., 2005; McPhee dan Pignone, 2007). Kerusakan pada berbagai macam sistem organ tersebut disebabkan oleh berbagai macam zat toksik, iritan dan radikal bebas yang ada dalam asap rokok. Berbagai zat dalam asap rokok ini dapat mempercepat progresivitas proses penuaan intrinsik melalui akumulasi kerusakan seiring berjalannya waktu dan menimbulkan berbagai macam penyakit atau gangguan terkait proses penuaan, misalnya penyakit jantung koroner, stroke, osteoporosis, kanker, penyakit paru obstruktif, serta mempercepat proses skin aging berupa munculnya garis-garis keriput, dan meningkatnya proses degradasi kolagen. (Burns, 2005; Schroeder et al., 2006; Benowitz dan Fu, 2007)
Dari efek rokok pada berbagai sistem organ tersebut, angka mortalitas terbesar adalah akibat penyakit pada sistem kardiovaskular, yaitu sebesar 37%, penyakit kanker sebesar 28% dan akibat penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), yaitu sebesar 26%. Oleh sebab efek destruktif rokok yang sebesar itu, 70-80% perokok mengungkapkan keinginannya untuk berhenti merokok, namun dari angka itu hanya 35% orang yang berusaha untuk berhenti merokok, dan akhirnya hanya 5% yang berhasil (Burns, 2005; Barber et al., 2008). Berbagai kendala juga dihadapi oleh para dokter dalam membantu para perokok untuk berhenti merokok mengingat angka relaps yang tinggi (Rutter, 2006).
Peristiwa di atas tidak terlepas dari fakta bahwa perilaku merokok erat kaitannya dengan faktor ketergantungan. Faktor ketergantungan yang dimaksud adalah ketergantungan fisik perokok pada nikotin. Dari sini bisa dikatakan bahwa ketergantungan fisik pada nikotin merupakan faktor determinan seseorang mempertahankan perilaku merokok. Saat merokok, nikotin yang ada pada daun tembakau akan terhisap bersama asap rokok ke dalam alveoli paru, kemudian masuk ke peredaran darah dan mencapai otak sebagai target organ hanya dalam waktu 7 detik (Hukkanen et al., 2005; O‟Brian, 2006). Di dalam otak, nikotin menginduksi pelepasan neurotransmiter-neurotransmiter, terutama dopamin di brain reward system pada sistem limbik. Aktivitas nikotin pada brain reward system ini menimbulkan perilaku apetitif individu terhadap rokok. Namun, seiring dengan meningkatnya durasi paparan nikotin, motivasi apetitif (motivasi mencari atau mendekati stimulus yang menyenangkan) berubah menjadi aversif (motivasi menghindar dari stimulus yang menyakitkan atau tidak menyenangkan) melalui mekanisme negative reinforcement karena adanya proses toleransi, dan dari sini muncul ketergantungan fisik (O‟Brian, 2006). Meskipun mekanisme dasar ketergantungan fisik ini telah diketahui sejak lama, masih banyak faktor lain yang berperan dalam patofisiologi ketergantungan fisik terhadap nikotin belum diketahui atau belum dapat dijelaskan secara pasti, mengingat sifatnya yang multifaktorial.
Pada dasarnya, ada dua macam faktor yang mempengaruhi ketergantungan fisik individu terhadap rokok, yaitu faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan terdiri dari tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, pergaulan dan sebagainya. Dahulu diperkirakan bahwa faktor lingkungan memiliki peran yang jauh lebih penting terhadap munculnya ketergantungan fisik perokok terhadap nikotin, tetapi menurut hasil penelitian terakhir, faktor genetik memiliki kontribusi sebesar 50-70% (Tyndale dan Sellers, 2005). Pernyataan ini didukung oleh hasil studi pada anak kembar dan keluarga (twin and family studies) yang menunjukkan bahwa kecenderungan untuk munculnya ketergantungan fisik terhadap nikotin oleh karena faktor genetik mencapai angka heritability sebesar 42-80% (Henningfield et al., 2000; Caron et al., 2005; Boardman et al., 2006).
1.2  Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah agar semua pembaca mampu menjelaskan teori-teori penuaan kepada orang lain dan mengetahui hal-hal yang salah kaprah di masyarakat serta mitos-mitos yang berkaitan dengan penuaan



BAB II
TEORI PENUAAN
2.1  PENDAHULUAN
Dahulu para ilmuan telah membuat teori tentang penuaan seperti Aristoteles dan Hipocrates yang berisi tentang suatu penurunan suhu tubuh dan cairan secara umum. Sekarang dengan seiring jaman banyak orang yang melakukan penelitian dan penemuan dengan tujuan supaya ilmu itu dapat semakin jelas, komplek dan variatif. Ahli teori telah mendeskripsikan proses biopsikososial penuaan yang kompleks. Tidak ada teori yang menjelaskan teori penuaan secara utuh. Semua teori masih dalam berbagai tahap perkembangan dan mepunyai keterbatasan. Namum perawat dapat menggunakannnya untuk memahami fenomena yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan klien lansia.
Proses menjadi tua itu pasti akan dialami oleh setiap orang dan menjadi dewasa itu pilihan.penuaan bukan progresi yang sederhana, jadi tidak ada teori universal yang diterima yang dapat memprediksi dan menjelaskan kompleksitas lansia.
Penuaan dapat dilihat dari 3 perspektif yaitu :
1.      Usia biologis
Berhubungan dengan kapasitas fungsi system organ
2.      Usia psikologis
Berhubungan dengan kapasitas perilaku adaptasi
3.      Usia social
Berhubungan dengan perubahan peran dan perilaku sesuai usia manusia.
Peran teori dalam memahami penuaan adalah sebagai landasan dan sudut pandang untuk melihat fakta, menjawab pertanyaan filosofi, dan dasar memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Penuaan pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa bagian seperti biologi, psikologi, social, fungsional dan spiritual.

2.2  PROSES PENUAAN
Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur seseorang tersebut. Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Hal ini dapat kita lihat dari perbandingan struktur dan fungsi organ antara manusia yang berumur 70 tahun dengan mereka yang berumur 30 tahun yaitu :
1.      Berat otak 56%
2.      Aliran darah ke otak 80%
3.      CardiacOutput 70 %
4.      Jumlah glomerulus 56%
5.      Glomerular filtration rate 69%
6.      Vital capacity 56%
7.      Asupan O2 selama olahraga 40%
8.      Jumlah dari axon pada saraf spinal 63%
9.      Kecepatan pengantar inpuls saraf 90%
10.  Berat badan 88%
Banyak faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut sehingga muncullah teori-teori yang menjelaskan mengenai faktor penyebab proses penuaan ini.Diantara teori yang terkenal adalah teori Telomere dan teori radikal bebas.
Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut dapat dibagi atas dua bagian yaitu :
  1. Faktor genetik, yang melibatkan :
a.        Perbaikan DNA
b.      Respon terhadap stress
c.       Pertahanan terhadap antioksidan
  1. Faktor lingkungan, yang melibatkan:
a.       Pemasukan kalori
b.      Penyakit-penyakit
c.       Stress dari luar (misalnya : radiasi, bahan-bahan kimia)
      Kedua faktor tersebut akan mempengarui aktifitas metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya stress oksidasi sehinga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan.      
2.3  Teori-Teori Penuaan
Ada beberapa teori tentang penuaan, yaitu
1.      Teori Biologi
Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologis. Teori biologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a.       Teori Stokastik/ Stochastic Theories
Bahwa penuaan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak/ random dan akumulasi setiap waktu. Teori ini terdiri dari :
·         Error Theory
Teori kesalahan didasarkan pada gagasan di mana kesalahan dapat terjadi di dalam rekaman sintese DNA. kesalahan ini diabadikan dan secepatnya didorong kearah sistem yang tidak berfungsi di tingkatan yang optimal. Jika proses transkripsi dari DNA terganggu maka akan mempengaruhi suatu sel dan akan terjadi penuaan yang berakibat pada kematian.
·         Free Radical Theory/ teori radikal bebas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya ; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel lainnya (Christiansen dan Grzybowsky, 1993).
Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar (Hayflick, 1987), secara spesifik, oksidasi lemak, protein dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas.
·         Cross-Linkage Theory
Teori ini seperti protein yang metabolisme tidak normal sehingga banyak produksi sampah didalam sel dan kinerja jaringan tidak dapat efektif dan efisien.
·         Wear and Tear Theory
Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya perawatan. Dan penuaan merupakan hasil dari penggunaan.
b.      Teori Nonstokastik/ NonStochastic Theories
Proses penuaan disesuaikan menurut waktu tertentu
·         Programmed Theory
Pembelahan sel dibatasi oleh waktu, sehingga suatu saat tidak dapat regenerasi kembali.
·         Immunity Theory
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Mutasi somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh mengalami perubahan, dan dapat dianggap sebagai sel asing. Hal inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Dilain pihak, system imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses penuaan dan daya serangnya terhadap sel kanker mengalami penurunan.
Teori lain menyatakan bahwa teori biologis dapat dibagi menjadi :
1.      Teori Genetik Clock
Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah terprogram secara genetik untuk species – species tertentu. Tiap species mempunyai didalam nuklei ( inti selnya )suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan akan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep ini didukung kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2.      Teori Mutasi Somatik ( teori error catastrophe )
Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi somatik . sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapqaat mempperpanjang umur.menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebaai salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis error catastrope.
3.       Teori Auto imun
Dalam proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi oleh zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut, sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Sad jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
4.       Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksigenasi bahaffn - bahan organik seperti KH dan protein.radikal ini menyebabkansel – sel tidak dapat beregenerasi.
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
5.       Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
2.      Teori Psikologi (Psychologic Theories Aging)
Teori ini akan menjelaskan bagaimana seseorang berespon pada tugas perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a.       Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow (Maslow’s Hierarchy of Human Needs)
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam lima tingkatan dari mulai yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi.
Menurut Maslow semakin tua usia individu maka individu tersebut akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya; otonomi, kreatif, independent dan hubungan interpersonal yang positif.
b.      Teori Individualism Jung (Jung’s Theory of Individualism)
Menurut Carl Jung sifat dasar menusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lansia dia akan cenderung introvert, dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya.
Menua yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antari sisi introvertnya dengan sisi ekstrovertnya namun lebih condong kearah introvert. Dia tidak hanya senang dengan dunianya sendiri tapi juga terkadang dia ekstrovert juga melihat orang lain dan bergantung pada mereka.
c.       Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Erikson’s Eight Stages of Life)
Menurut Erikson tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu adalah ego integrity vs disapear. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa terlambat untuk memperbaiki diri).
d.      Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi (Selective Optimization with Compensation)
Menurut teori ini, kompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3 elemen yaitu:
·         Seleksi.
Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari.
·         Optimalisasi.
Lansia tetap menoptimalkan kemampuan yang masih dia punya guna meningkatkan kehidupannya.
·         Kompensasi.
Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalakan arena proses penuaan diganti dengan aktifitas-aktifitas lain yang mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat bagi alnsia.
3.      TEORI KULTURAL
Ahli antropologi menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada budaya yang dianut oleh seseorang. Hal ini juga dipercaya bahwa kaum tua tidak dapat mengabaikan sosial budaya mereka. Jika hal ini benar maka status tua dalam perbedaan sosial dapat dijelaskan oleh sejarah kepercayaan dan tradisi.
Blakemore dan Boneham yang melakukan penelitian pada kelompok tua di Asia dan Afro – Caribbean menjelaskan bahwa kaum tua merupakan komunitas yang minoritas yang dapat menjamin keutuhan etnik, ras dan budaya.
Sedangkan Salmon menjelaskan tentang konsep “ Double Jeoparoly “ yang digunakan untuk karakteristik pada penuaan. Penelitian umum pada kelompok Afrika – Amerika dan Mexican American yaitu jika budaya membantu umtuk menjelaskan karakteristik penuaan, maka hal ini merupakan tuntutan untuk dapat digunakan dalam pemeriksaan lebih lanjut.
Budaya adalah attitude, perasaan, nilai , dan kepercayaan yang terdapat pada suatu daerah atau yang dianut oleh sekelompok orang kaum tua , yang merupakan kelompok minoritas yang memiliki kekuatan atau pengaruh pada nilai budaya.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa budaya yang dimiliki seseorang sejak lahir akan tetap dipertahankan sampai tua. Bahkan mempengaruhi orang – orang disekitaryauntuk mengikuti budaya tersebut sehingga tercipta kelestarian budaya.
4.     Teori Sosial
a.       Teori aktifitas
Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan social
b.      Teori Pembebasan
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan adalah teori pembebasan ( disengagement teori ). Teori tersebut menerangkan bahwa dengan berubahnya usi seseorang secara berangsur – angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya sehingga sering terjadi kehilangan ganda yaitu:
ü  Kehilangan peran
ü  Hambatan kontrol social
ü  Berkurangnya komitmen
c.       Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
ü  lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan
ü  Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
ü  Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi


5.     TEORI GENETIKA
Proses penuaan kelihatannya mempunyai komponen genetik. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga yang sama cenderung hidup pada umur yang sama dan umurnya mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa mengikut sertakan meninggal akibat kecelakaan dan penyakit. Mekanisme penuaan yang jelas secara genetik belumlah jelas, tetapi penting jadi catatan bahwa lamanya hidup kelihatannya diturunkan melalui garis wanita dan seluruh mitokondria mamalia berasal dari telur dan tidak ada satupun dipindahkan melalui spermatozoa. Pengalaman kultur sel sugestif bahwa beberapa gen yang mempengaruhi penuaan terdapat pada kromosom 1, tetapi bagaimana cara mereka mempengaruhi penuaan masih belum jelas.
Disamping itu terdapat juga “eksperimen alami” yang baik dimana beberapa manusia dengan kondisi genetik yang jarang (progerias) seperti sindroma Werner menunjukkan penuaan yang premature dan meninggal akibat penyakit usia lanjut seperti ateroma derajat berat pada usianya yang masih belasan tahun atau permulaan remaja.Serupa dengan itu, penderita sindroma Down pada umumnya proses penuaannya lebih cepat dibandingkan dengan populasi lain. Disamping itu fibroblasnya mampu membelah dalam jumlah lebih sedikit di dalam kultur dibandingkan dengan control yang umurnya sama. Tetapi ini masih sangat jauh dari bukti akhir bahwa penuaan merupakan kondisi genetik; hal ini hanya menunjukkan kepada kita bahwa beberapa bentuk penuaan dipengaruhi oleh mekanisme genetik.
6.      Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang terjadi secara berulang mengakibatkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya berkurang (self recognition) menurun mengakibatkan kelainan pada sel, dianggap sel asing sehingga dihancurkan perubahan inilah terjadinya peristiwa auto imun.
7.      Teori menua akibat metabolisme
Pada zaman tempo dulu pendapat tentang tua : botak, mudah bingung, pendengaran sangat menurun atau menyebut mereka “budeg”, menjadi bungkuk dan sering dijumpai kesulitan dalam menahan buang air kecil : beseran atau inkontinensia urin. 

BAB III
MEMAHAMI MITOS & REALITA TENTANG LANSIA

3.1  Pendahuluan
Dalam masyarakat kita, sering dijumpai pengertian dan mitos yang salah kaprah mengenai lansia, sehingga banyak merugikan para lansia. Salah kaprah tersebut adalah anggapan dan pandangan yang keliru namun tetap diucapkan dan dipraktekkan secara keliru pula, sehingga sangat merugikan. Dalam hal ini yang dirugikan adalah para lanjut usia, karena dapat merupakan stigma (cap buruk) dari masyarakat dan dapat mempengaruhi orang-orang yang sesungguhnya memiliki kepedulian untuk membantu para lansia. Salah kaprah yang seringkali kita jumpai dalam masyarakat mencakup beberapa hal sebagai berikut:
  • Lansia berbeda dengan orang lain
  • Lansia tidak dapat belajar keterampilan baru serta tidak perlu pendidikan dan latihan
  • Lansia sukar memahami informasi baru
  • Lansia tidak produktif dan menjadi beban masyarakat
  • Lansia tidak berdaya
  • Lansia tidak dapat mengambil keputusan
  • Lansia tidak butuh cinta dan tidak perlu relasi seksual
  • Lansia tidak menikmati kehidupan sehingga tidak dapat bergembira
  • Lansia itu lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat
  • Lansia menghabiskan uang untuk berobat
  • Lansia sama dengan pikun
Dalam masyarakat kita selaku orang timur dengan budaya kekeluargaan yang sangat kental; anak, cucu dan sanak saudara dari para lansia pada umumnya sangat tidak keberatan untuk menerima kehadiran dan keberadaan lansia di dalam keluarganya. Namun demikian adanya pandangan yang keliru seperti tersebut diatas tak urung bisa mempengaruhi anggota keluarga dalam memperlakukan para lansia. Hal inilah yang perlu diperjelas supaya salah kaprah tersebut tidak terjadi berkepanjangan dan perlu dicari cara untuk mensosialisasikan pengertian dan pemahaman yang benar sehingga lansia memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan kondisi, usia, jenis kelamin dan status sosial mereka dalam masyarakat. Salah satu cara mengurangi salah kaprah dan tindakan yang keliru sehingga dapat memahami lansia secara benar adalah dengan melihat realita yang ada.
3.2  Realita Tentang Lansia
Salah kaprah yang seringkali kita jumpai dalam masyarakat mencakup beberapa hal sebagai berikut:
  • Lansia berbeda dengan orang lain
  • Lansia tidak dapat belajar keterampilan baru serta tidak perlu pendidikan dan latihan
  • Lansia sukar memahami informasi baru
  • Lansia tidak produktif dan menjadi beban masyarakat
  • Lansia tidak berdaya
  • Lansia tidak dapat mengambil keputusan
  • Lansia tidak butuh cinta dan tidak perlu relasi seksual
  • Lansia tidak menikmati kehidupan sehingga tidak dapat bergembira
  • Lansia itu lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat
  • Lansia menghabiskan uang untuk berobat
  • Lansia sama dengan pikun
1.      Lansia Berbeda Dengan Orang Lain
Orang yang mencapai tahap perjalanan hidup sampai mencapai lanjut usia dapat dikatakan sebagai orang yang beruntung. Mereka telah mengenyam kehidupan dalam masa yang panjang. Di Indonesia pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola lansia, memberi patokan bahwa mereka yang disebut lansia adalah yang telah mencapai usia 60 tahun yang dinyatakan dengan pemberian KTP seumur hidup. Namun di negara maju diberi patokan yang lebih spesifik: 65 - 75 tahun disebut old, 76 - 90 tahun disebut old -- old dan 90 tahun ke atas disebut very old (W.M.Roan, 1990). Pengelompokan tersebut bersifat teoritik artinya untuk kepentingan ilmiah namun dalam kenyataan untuk pelayanan kesehatan, sosial dan sebagainya tidak dibedakan. Meskipun lansia seringkali mendapat prioritas dan fasilitas; misalnya kalau naik pesawat dapat potongan khusus, beberapa tempat wisata memberi karcis gratis bagi pengunjung lansia, di bandara atau stasiun Kereta Api disediakan loket/jalan khusus bagi lansia, hal itu bukan dimaksudkan untuk membedakan lansia dengan orang lain tetapi lebih bertujuan untuk membantu kelancaran pelayanan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.
Bahwa para lansia tersebut harus dihormati tentu kita semua setuju. Sebagai orang timur orang yang lebih tua (baca: berusia lanjut) memang mendapat kehormatan yang lebih dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Dalam adat Jawa lansia sebagai pinisepuh atau sesepuh yaitu orang yang memiliki kehormatan yang tinggi dan bila ada hajatan ditempatkan di tempat yang istimewa.
2.      Lansia Tidak Dapat Mempelajari Ketrampilan Baru dan Tidak Memerlukan Pendidikan dan Latihan.
Kenyataan di masyarakat terutama di Perguruan Tinggi banyak lansia yang dapat menyelesaikan studinya sampai jenjang S-2 atau S-3, berkompetisi dengan orang-orang muda secara jujur dan objektif. Bahkan dalam proses belajar bersama para lansia tersebut justru sering menjadi teladan yang memberikan motivasi yang tinggi bagi kawan-kawannya yang lebih muda. Hal itu menunjukkan bahwa lansia dapat mempelajari ketrampilan baru sama baiknya dengan orang lain, hanya mungkin karena lama tidak berlatih dan kadang-kadang kurang memiliki keyakinan akan kemampuannya sehingga butuh dorongan dari orang lain. Bagi lansia dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru merupakan suatu hal yang biasa, baik dengan motivasi untuk meningkatkan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu luangnya agar lebih produktif dan berguna. Semakin banyak pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki lansia makin banyak pula hal-hal yang dapat disumbangkan kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa lansia merupakan sumber ilmu pengetahuan dan keterampilan serta referensi yang sangat baik dan berharga, sehingga perlu dipelihara. Cara memeliharanya adalah dengan mengajak mereka untuk berdiskusi, berkonsultasi, bertanya serta menempatkan lansia sebagai nara sumber dalam berbagai bidang yang disenangi dan dimiliki.
Berdasarkan kenyataan di atas adalah keliru bila lansia itu dianggap tidak dapat mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru. Sebaliknya, mereka justru memiliki sumber enerji yang tetap kuat untuk belajar, meski perlu motivator untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya mampu. Pandangan yang keliru pula yang mengatakan bahwa lansia itu jompo, rapuh, tidak perlu belajar dan berlatih, dan tidak perlu bekerja, sehingga dianjurkan untuk istirahat, enak-enak, ongkang-ongkang kaki saja di rumah. Jika pandangan tersebut dipraktekkan maka justru mungkin hal semacam itulah yang akan menimbulkan stress dan distress serta dispair (putus harapan) pada lansia. Merupakan suatu tindakan yang bijaksana jika para anggota keluarga tetap memberikan kesempatan pada lansia untuk melakukan kegiatan apa saja yang disukainya sehingga tetap menjaga harga diri, martabatnya serta merasa dirinya berguna untuk yang lain. Agar lansia tetap eksis dalam keluarga dan masyarakat maka perlu pendidikan dan latihan dalam arti menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pribadinya serta tuntutan lingkungan.
3.      Lansia Sukar Menerima Informasi Baru
Pada lansia kesempatan untuk memperoleh informasi baru justru terbuka lebar, karena waktu senggangnya relatif banyak. Umumnya pada masa ini tidak dituntut untuk bekerja keras seperti masa-masa sebelumnya. Dalam kehidupan lansia umumnya haus akan berita-berita baru dan informasi-informasi baru, karena mereka tidak mau ketinggalan informasi dibandingkan orang-orang yang lebih muda. Dalam kenyataan kita menjumpai bahwa mereka banyak nonton televisi, mendengarkan radio, membaca koran, majalah ataupun bertanya kepada sesama lansia atau orang yang lebih muda tentang tentang hal-hal baru yang berkembang dalam masyarakat. Dalam kenyataan lansia lebih tahu berita baru dari orang-orang lain dan sangat senang menyampaikan berita baru tersebut kepada kawan-kawannya, maupun kepada yang lebih muda. Bagi lansia adanya informasi baru berarti menstimulasi fungsi kognitifnya, fungsi afektifnya dan fungsi psikomotoriknya yang membuat syaraf-syaraf otaknya tetap berfungsi secara normal.
4.      Lansia Tidak Produktif dan Menjadi Beban Masyarakat
Umumnya lansia di negara-negara berkembang dan negara-negara yang belum memiliki tunjangan sosial untuk hari tua, akan tetap bekerja untuk memenuhi tuntutan hidup maupun mencukupi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya. Jadi tidaklah sepenuhnya benar jika dikatakan lansia tidak produktif. Dalam kenyataan di dunia ini jutaan orang bekerja mendapat bayaran, namun ada juga jutaan orang bekerja tanpa mendapat bayaran misalnya pemuka masyarakat, ulama, guru-guru ngaji, mereka yang merawat anak-anak, orang sakit, orang cacat, lansia yang sudah sangat tua, guru sukarelawan dan banyak lagi. Baik yang dibayar maupun yang tidak semuanya memiliki andil dan sumbangan yang besar dalam perkembangan masyarakat. Biasanya para lansia memainkan perannya sebagai orang-orang yang bekerja tanpa mendapat bayaran namun memiliki arti yang sangat penting dalam masyarakat karena sumbangan ide-ide dan nasehatnya. Dalam proses penuaan sendiri mereka sering menemukan cara-cara yang tepat dan bijaksana dalam mengatasi tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika dalam banyak kasus, lansia seringkali merupakan penasehat yang jitu untuk mengatasi masalah-masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa lansia amat memerlukan dukungan atau support dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Lansia bukan merupakan beban bagi yang muda, sebaliknya mereka sering menjadi teladan bagi orang muda, misalnya dalam sopan santun, disiplin, keteguhan iman, kejujuran, semangat juang, maupun kewibawaan.
5.      Lansia Tidak Berdaya
Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa lansia itu tidak berdaya, sebab dalam kenyataan para lansia tetap eksis dan terus berjuang mencari kehidupan yang lebih baik. Kalau seorang lansia memerlukan bantuan biasanya ia tahu persis apa yang diperlukan secara wajar. Mereka memiliki banyak pengalaman dalam kehidupannya, sehingga dalam keseharian kita sering menjumpai bahwa lansia tidak mau tinggal diam, ada saja yang ingin dikerjakannya. Terkadang memang ada yang menjadi loyo atau pasrah, mereka ini umumnya lansia yang pada masa mudanya sudah terkuras oleh tugas-tugas berat dan tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga dalam masa lansia tidak berdaya. Untuk menghadapi lansia model demikian, lingkungan hendaknya selalu memberikan support dan rasa peduli, agar mereka tidak merasa tersisih dan tetap memiliki harga diri. Adalah keliru jika anggota keluarga selalu mendampingi lansia, melarang mereka untuk berkomunikasi dengan sesama lansia, melarang mereka bepergian ke suatu tempat karena takut kecapaian, dan menganjurkan lansia untuk istirahat saja di rumah. Cara demikian justru akan memperburuk kondisi lansia yang berakibat bahwa mereka akhirnya merasa tak berdaya.
6.      Lansia Tidak Dapat Mengambil Keputusan Untuk Kehidupan Dirinya
Setiap orang kadang-kadang sulit mengambil keputusan. Hal ini berlaku bagi siapa saja, baik bagi orang muda atau lansia. Namun demikian tidaklah berarti bahwa lansia tidak dapat mengambil keputusan untuk kehidupannya sendiri. Bahkan lansia sebagai orang yang dihormati, justru sering dijadikan referensi untuk dimintai nasehatnya oleh anak, cucu maupun sanak saudara, dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh seorang anak atau cucu bila masih memiliki kakek- nenek, bila akan mengadakan hajatan akan selalu minta doa restu dan nesehat dalam mengambil keputusan penting. Nasehat dari orang tua yang sudah lanjut usia ini akan dipegang teguh dan dilaksanakan oleh anak cucunya. Hal yang perlu diperhatikan agar lansia mampu mengambil keputusan untuk kepentingan kehidupan dirinya adalah dengan cara sering mengajaknya berdiskusi tentang hal-hal baru dan sering meminta petunjuk atau petuahnya sehingga ia merasa tetap eksis dan memiliki rasa percaya diri.
7.      Lansia Tidak Butuh Cinta dan Relasi Seksual
Fungsi psikis setiap orang baik fungsi kognitif, afektif dan konatif (psikomotorik) serta kombinasi-kombinasinya, selama hayat masih dikandung badan masih tetap berfungsi. Proses pikir, perasaan dan kemauannya tetap berfungsi dengan baik, apalagi bila sering mendapat stimulasi secara teratur dalam kehidupannya. Bahkan relasi seksualpun tetap berjalan bila masih memiliki pasangan. Oleh karena itu, adalah tindakan yang keliru jika lansia dianjurkan untuk meng-isolasi diri agar tidak memiliki pikiran yang menyusahkan dirinya ataupun keinginan-keinginan yang menyusahkan orang lain. Agar gairah hidup tetap berkobar lansia perlu berinteraksi dengan orang-orang muda untuk berdiskusi, berkomunikasi atau bersuka ria. Sayangnya seringkali orang muda tidak tertarik untuk melakukan hal itu. Namun demikian bila orang-orang muda memiliki pemahaman yang benar tentang kebutuhan lansia dan mau membantu kesejahteraan batin mereka; hendaknya yang muda (terutama anggota keluarga) mau beramal untuk kepentingan lansia.
8.      Lansia Tidak Menikmati Kehidupan Sehingga Tidak dapat Bergembira
Pada dasarnya tidak ada orang di dunia ini berencara untuk berhenti bersenang-senang, kecuali orang tersebut berada dalam kondisi depresi atau distress. Semua orang ingin hidup senang, bahagia dan sejahtera, termasuk para lansia. Lansia sekarang ini justru mendambakan kenikmatan hidup di hari tua. Itulah sebabnya sejak muda orang sudah bekerja keras, agar di hari tua nanti mendapat pensiun ataupun tabungan yang cukup untuk menikmati masa tuanya. Harapan itu merupakan idaman setiap orang, sehingga termotivasi untuk belajar dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi bahkan sekarang semua berlomba untuk belajar sampai S-3. Kiranya usaha keras untuk mencari ilmu pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan, sehingga nantinya memiliki hari tua yang sejahtera, dapat menikmati hidup hari tua dan bahagia atau menjadi lansia yang dapat bergembira.
Agar lansia dapat menikmati kehidupan di hari tua sehingga dapat bergembira atau merasa bahagia, diperlukan dukungan dari orang-orang yang dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak berlebihan. Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang bersifat mengingatkan si lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan (jika lansia masih bekerja), memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan aktivitas yang menjadi hobinya, memberi kesempatan kepada lansia untuk menjalankan ibadah dengan baik, dan memberikan waktu istirahat yang cukup kepadanya sehingga lansia tidak mudah stress dan cemas. Perlu dipahami bahwa setelah orang mencapai masa lansia, baik fisik maupun mental sosial secara perlahan mengalami perubahan, namun hal itu dapat ditahan agar perubahan tersebut tidak terlalu dirasakan sebagai penghambat dalam kehidupan. Perubahan-perubahan yang terjadi hendaknya jangan dijadikan sumber stress tetapi perlu diwaspadai dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik. Kalau orang percaya bahwa dirinya sehat, maka ia akan memiliki gairah hidup yang baik dan tidak menunjukkan rasa khawatir yang berlebihan.
9.      Lansia Lemah, Jompo, Ringkih, Sakit-sakitan atau Cacat
Tidaklah sepenuhnya benar pendapat yang mengatakan bahwa lansia lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat, karena dalam kenyataan banyak lansia yang masih gagah, masih mampu bekerja keras bahkan banyak yang masih memiliki jabatan penting dalam suatu lembaga. Memang kadang-kadang ada lansia yang ringkih (gampang jatuh, gampang sakit) atau sakit ataupun cacat tetapi hal itu berlaku untuk semua orang, baik orang muda juga ada yang memiliki kondisi semacam itu. Kondisi kesehatan orang dalam masyarakat menurut paradigma kesehatan saat ini bergradasi dari : lebih sehat, sehat, sehat sakit (ill health), sakit dan cacat (impairment – disability – handicap). Kondisi kesehatan itu berlaku baik untuk anak, remaja, dewasa maupun lansia, jadi sebenarnya bukan lansia saja yang sakit-sakitan atau cacat, yang lain pun bisa demikian
10.  Lansia Menghabiskan Uang untuk Berobat
Memang benar para lansia perlu melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik, namun bukan berarti bahwa mereka adalah orang yang sakit-sakitan. Untuk menjaga kesehatan tentu juga memerlukan obat, namun hal itu bukan berarti menghabis-habiskan uang untuk berobat. Perlu dipahami bahwa orang dalam perjalanan hidup sampai usia 70 ke atas pasti kadar gula, garam,dan lemak dalam tubuh sudah lebih banyak, sehingga mudah menjadi rentan terhadap penyakit kencing manis, stroke, jantung atau yang lainnya. Namun semuanya akan dapat dikontrol bila orang rajin memeriksa kesehatan. Lansia yang paham tentang kondisi dirinya tentu juga akan mengatur hidupnya secara lebih baik, misalnya makan tidak berlebihan, melakukan diet, tidak melakukan kegiatan-kegiatan secara berlebihan, sehingga memperkecil timbulnya penyakit. Lansia umumnya tahu diri dan faham dalam menjaga dan memelihara kesehatan dirinya yang ditunjukkan bentuk rajin olah raga ringan, rajin beribadah dan peduli terhadap kesehatannya.
11.  Lansia Sama Dengan Pikun
Pandangan ini keliru karena tidak semua lansia mengalami pikun (senile). Pikun ini adalah penyakit (patologis) pada orang tua, yang ditandai dengan dengan menurunnya daya ingat jangka pendek. Dalam kehidupan manusia daya ingat akan berubah sesuai dengan usia, sehingga setelah orang menjadi lansia ia tidak cepat dapat mengingat sesuatu, terutama hal yang baru. Namun anggapan bahwa lansia sama dengan pikun merupakan suatu kekeliruan. Banyak cara menyesuaikan diri dengan perubahan daya ingat dan banyak hal yang mempengaruhi daya ingat manusia, pada usia berapa saja daya ingat tersebut akan berkurang ketajamannya jika orang trsebut dalam keadaan lelah, stress, cemas, khawatir, depresi, sakit atau jiwanya tidak tenang.
Demi menjaga agar daya ingat lansia tidak cepat berubah secara frontal, karena kondisi fisik dan usia, maka perlu dihindarkan atau paling tidak dikurangi dari hal-hal yang dapat menimbulkan kelelahan, kekawatiran, kecemasan, rangsangan emosi, depresi dan sakit. Disinilah kepedulian dari orang yang lebih muda sangat diperlukan sebagai kontrol agar lansia tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya.



3.3  Mitos-Mitos Tentang Penuaan
·         Mitos kedamaian dan ketenangan
Pada usia lanjut dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya pada usia muda serta dewasanya. Badai dan berbagai guncangan kehidupan seakan akan sudah dilewati. Kenyataan sebaliknya usia lanjut penuh dengan stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit.
·         Mitos konservatisme dan kemunduran pandangan
Diusia lanjut pada umumnya adalah: konservatif, tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, ketinggalan jaman, merindukan masa lalu, kembali ke masa anak-anak, susah berubah, keras kepala dan bawel. Kenyataan tidak semua lansia bersifat dan berperilaku demikian. Sebagian tetap tegar berpandangan ke depan dan inovatif serta kreatif.
·         Mitos berpenyakitan
Pada lanjut usia dipandang sebagai masa degeneratif biologis yang disertai oleh berbagai penderita akibat berbagai proses penyakit.kenyataannya memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh serta metabolisme sehinnga rawan terhadap penyakit,tetapi masa sekarang banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.
·         Mitos senilitas
Usia lanjut dipandang sebagai masa dimensia (pikun) yang disebabakan oleh kerusakan bagian tertentu dari otak. Kenyataannya tidak semua usia lanjut dalam proses penuaan disertai kerusakan pada otak. Mereka masih tetap sehat dan segar dan banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat
·         Mitos ketidakproduktifan
Pada usia lanjut dipandang sebagai usia yang tidak produktif. Kenyataan tidak demikian,masih banyak usia lanjut yang mencapai kematangan dari produktivitas mental dan materialnya yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA
Marzuki Umar Sa’abah.(2009).Bagaimana Awet Muda dan Panjang                         Usia.Jakarta:Gema Insani Press
Chris Brooker.(2009).Ensiklopedia Keperawatan.Jakarta:EGC
S.Tamher,dkk.(2009).Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan                      Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika