TEORI-TEORI,
MITOS DAN REALITA
PADA LANSIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
ADE IRWAN SURYAMAN HURA
Dosen
Pembimbing : Ns. Rossety S.Kep
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKes MUTIARA INDONESIAMEDAN
TAHUN 2011/2012
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur Saya haturkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kesempatan-Nya yang telah
diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Makalah Komunitas
II yang berjudul Teori-Teori Penuaan, Mitos dan Realita Pada Lansia dengan baik
walaupun banyak terdapat kekurangan dalam menyusun makalah ini.
Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Komunitas II kepada
Ibu Ns.Rossety
S.Kep yang
telah memberikan kesempatan kepada saya dalam menyelesaikan Makalah ini.
Tak ada gading
yang tak retak, demikian pula dengan makalah
ini. Atas saran dan kritiknya saya terima dan akan dipergunakan untuk perbaikan
di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita yang membaca.Atas
perhatian dan kerjasama saya mengucapkan terima kasih.
PENYUSUN,
Ade Irwan S. Hura
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Populasi orang berusia lanjut di dunia mengalami pertumbuhan yang cepat
saat ini dan diprediksikan akan terus meningkat di masa yang akan datang.
Hingga tahun 2020, populasi dunia diperkirakan mencapai lebih dari 1 milyar
orang berumur 60 tahun atau lebih, dan sebagian besar di negara sedang
berkembang (Beers, 2005). Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2010, di
Indonesia terdapat 23.992.552 penduduk usia lanjut. Diperkirakan pada tahun
2020, jumlah penduduk usia lanjut ini sebesar 11,34% (Baskoro dan Konthen,
2008).
Pertumbuhan populasi ini merupakan hasil bertambah panjangnya rata-rata
harapan hidup manusia dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama yang berkaitan dengan kesehatan atau kedokteran. Namun,
bertambahnya rata-rata usia harapan hidup ini juga menghadirkan masalah-masalah
baru di bidang kesehatan yang belum pernah dihadapi sebelumnya, yaitu
meningkatnya prevalensi penyakit-penyakit degenaratif, seperti penyakit jantung
koroner, penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru dan lain-lain. Banyak
penyakit degeneratif (penyakit akibat penurunan fungsi sruktur jaringan atau
organ tubuh seiring proses penuaan) yang muncul sangat berkaitan dengan gaya
hidup seseorang, salah satunya adalah perilaku merokok.
Merokok merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas prematur paling
penting pada populasi dunia yang seharusnya bisa dicegah. Angka kematian dini
ini diperkirakan mencapai 4,8 juta orang setiap tahunnya di seluruh dunia pada
tahun 2000 dengan 2,4 juta orang di antaranya terjadi di negara berkembang dan
sisanya terjadi di negara-negara maju (Burns, 2005; McPhee dan Pignone, 2007).
Angka itu kini meningkat menjadi 5,4 juta kematian setiap tahunnya pada tahun
2006. WHO memperkirakan angka tersebut masih akan terus naik dan mencapai 10
juta kematian per tahun pada tahun 2030 (Jaya, 2009). Data hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa perilaku merokok dapat mengurangi angka harapan hidup
sampai 8,8 tahun (Streppel, et al., 2007) . Di Indonesia, menurut data
hasil laporan Lembaga Demografi Universitas Indonesia, jumlah perokok mencapai
57 juta orang (Barber et al., 2008). Diperkirakan lebih dari separuh
dari jumlah itu akan mengalami kematian akibat berbagai macam penyakit yang
ditimbulkannya dalam jangka panjang, dengan rata-rata 427.948 kematian per
tahun (Barber et al., 2008).
Rokok menyebabkan mortalitas secara tidak langsung dengan meningkatkan
insiden berbagai macam penyakit degeneratif pada beberapa sistem organ, yaitu
sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, sistem
muskuloskeletal, kulit, sistem syaraf, dan sistem imun (Burns, 2005; Tyndale
dan Sellers, 2005; Hukkanen et al., 2005; McPhee dan Pignone, 2007).
Kerusakan pada berbagai macam sistem organ tersebut disebabkan oleh berbagai
macam zat toksik, iritan dan radikal bebas yang ada dalam asap rokok. Berbagai
zat dalam asap rokok ini dapat mempercepat progresivitas proses penuaan
intrinsik melalui akumulasi kerusakan seiring berjalannya waktu dan menimbulkan
berbagai macam penyakit atau gangguan terkait proses penuaan, misalnya penyakit
jantung koroner, stroke, osteoporosis, kanker, penyakit paru obstruktif,
serta mempercepat proses skin aging berupa munculnya garis-garis
keriput, dan meningkatnya proses degradasi kolagen. (Burns, 2005; Schroeder et
al., 2006; Benowitz dan Fu, 2007)
Dari efek rokok pada berbagai sistem organ tersebut, angka mortalitas
terbesar adalah akibat penyakit pada sistem kardiovaskular, yaitu sebesar 37%,
penyakit kanker sebesar 28% dan akibat penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
yaitu sebesar 26%. Oleh sebab efek destruktif rokok yang sebesar itu, 70-80%
perokok mengungkapkan keinginannya untuk berhenti merokok, namun dari angka itu
hanya 35% orang yang berusaha untuk berhenti merokok, dan akhirnya hanya 5%
yang berhasil (Burns, 2005; Barber et al., 2008). Berbagai kendala juga
dihadapi oleh para dokter dalam membantu para perokok untuk berhenti merokok
mengingat angka relaps yang tinggi (Rutter, 2006).
Peristiwa di atas tidak terlepas dari fakta bahwa perilaku merokok erat
kaitannya dengan faktor ketergantungan. Faktor ketergantungan yang dimaksud
adalah ketergantungan fisik perokok pada nikotin. Dari sini bisa dikatakan
bahwa ketergantungan fisik pada nikotin merupakan faktor determinan seseorang
mempertahankan perilaku merokok. Saat merokok, nikotin yang ada pada daun
tembakau akan terhisap bersama asap rokok ke dalam alveoli paru, kemudian masuk
ke peredaran darah dan mencapai otak sebagai target organ hanya dalam
waktu 7 detik (Hukkanen et al., 2005; O‟Brian, 2006). Di dalam otak,
nikotin menginduksi pelepasan neurotransmiter-neurotransmiter, terutama dopamin
di brain reward system pada sistem limbik. Aktivitas nikotin pada brain
reward system ini menimbulkan perilaku apetitif individu terhadap rokok.
Namun, seiring dengan meningkatnya durasi paparan nikotin, motivasi apetitif
(motivasi mencari atau mendekati stimulus yang menyenangkan) berubah menjadi
aversif (motivasi menghindar dari stimulus yang menyakitkan atau tidak
menyenangkan) melalui mekanisme negative reinforcement karena adanya
proses toleransi, dan dari sini muncul ketergantungan fisik (O‟Brian, 2006).
Meskipun mekanisme dasar ketergantungan fisik ini telah diketahui sejak lama,
masih banyak faktor lain yang berperan dalam patofisiologi ketergantungan fisik
terhadap nikotin belum diketahui atau belum dapat dijelaskan secara pasti,
mengingat sifatnya yang multifaktorial.
Pada dasarnya, ada dua macam faktor yang mempengaruhi ketergantungan
fisik individu terhadap rokok, yaitu faktor lingkungan dan genetik. Faktor
lingkungan terdiri dari tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, pergaulan
dan sebagainya. Dahulu diperkirakan bahwa faktor lingkungan memiliki peran yang
jauh lebih penting terhadap munculnya ketergantungan fisik perokok terhadap
nikotin, tetapi menurut hasil penelitian terakhir, faktor genetik memiliki
kontribusi sebesar 50-70% (Tyndale dan Sellers, 2005). Pernyataan ini didukung
oleh hasil studi pada anak kembar dan keluarga (twin and family studies)
yang menunjukkan bahwa kecenderungan untuk munculnya ketergantungan fisik
terhadap nikotin oleh karena faktor genetik mencapai angka heritability sebesar
42-80% (Henningfield et al., 2000; Caron et al., 2005; Boardman et
al., 2006).
1.2 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah agar semua pembaca mampu
menjelaskan teori-teori penuaan kepada orang lain dan mengetahui hal-hal yang
salah kaprah di masyarakat serta mitos-mitos yang berkaitan dengan penuaan
BAB II
TEORI PENUAAN
2.1
PENDAHULUAN
Dahulu
para ilmuan telah membuat teori tentang penuaan seperti Aristoteles dan
Hipocrates yang berisi tentang suatu penurunan suhu tubuh dan cairan secara
umum. Sekarang dengan seiring jaman banyak orang yang melakukan penelitian dan
penemuan dengan tujuan supaya ilmu itu dapat semakin jelas, komplek dan
variatif. Ahli teori telah mendeskripsikan proses biopsikososial penuaan yang
kompleks. Tidak ada teori yang menjelaskan teori penuaan secara utuh. Semua
teori masih dalam berbagai tahap perkembangan dan mepunyai keterbatasan. Namum
perawat dapat menggunakannnya untuk memahami fenomena yang mempengaruhi
kesehatan dan kesejahteraan klien lansia.
Proses
menjadi tua itu pasti akan dialami oleh setiap orang dan menjadi dewasa itu
pilihan.penuaan bukan progresi yang sederhana, jadi tidak ada teori universal
yang diterima yang dapat memprediksi dan menjelaskan kompleksitas lansia.
Penuaan dapat dilihat dari 3
perspektif yaitu :
1. Usia biologis
Berhubungan dengan kapasitas fungsi
system organ
2. Usia psikologis
Berhubungan dengan kapasitas
perilaku adaptasi
3. Usia social
Berhubungan dengan perubahan peran
dan perilaku sesuai usia manusia.
Peran teori dalam memahami penuaan
adalah sebagai landasan dan sudut pandang untuk melihat fakta, menjawab
pertanyaan filosofi, dan dasar memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Penuaan pada
seseorang dipengaruhi oleh beberapa bagian seperti biologi, psikologi, social,
fungsional dan spiritual.
2.2
PROSES PENUAAN
Proses
penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur seseorang. Manusia
mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur seseorang tersebut. Semakin
bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ tubuh. Hal ini dapat kita
lihat dari perbandingan struktur dan fungsi organ antara manusia yang berumur
70 tahun dengan mereka yang berumur 30 tahun yaitu :
1.
Berat otak 56%
2.
Aliran darah ke otak 80%
3.
CardiacOutput 70 %
4.
Jumlah glomerulus 56%
5.
Glomerular filtration rate 69%
6.
Vital capacity 56%
7.
Asupan O2 selama olahraga 40%
8.
Jumlah dari axon pada saraf spinal 63%
9.
Kecepatan pengantar inpuls saraf 90%
10. Berat badan 88%
Banyak faktor yang mempengaruhi
proses penuaan tersebut sehingga muncullah teori-teori yang menjelaskan
mengenai faktor penyebab proses penuaan ini.Diantara teori yang terkenal adalah
teori Telomere dan teori radikal bebas.
Adapun faktor yang mempengaruhi
proses penuaan tersebut dapat dibagi atas dua bagian yaitu :
- Faktor genetik, yang melibatkan :
a. Perbaikan DNA
b. Respon terhadap stress
c. Pertahanan terhadap antioksidan
- Faktor lingkungan, yang melibatkan:
a. Pemasukan kalori
b. Penyakit-penyakit
c. Stress dari luar (misalnya :
radiasi, bahan-bahan kimia)
Kedua faktor tersebut akan mempengarui aktifitas metabolisme
sel yang akan menyebabkan terjadinya stress oksidasi sehinga terjadi kerusakan
pada sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan.
2.3
Teori-Teori Penuaan
Ada beberapa teori tentang penuaan, yaitu
1. Teori Biologi
Teori ini berfokus
pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari lahir sampai meninggal.
Perubahan pada tubuh dapat secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor
luar yang bersifat patologis. Teori biologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
:
a. Teori Stokastik/ Stochastic
Theories
Bahwa penuaan merupakan suatu
kejadian yang terjadi secara acak/ random dan akumulasi setiap waktu. Teori ini
terdiri dari :
·
Error Theory
Teori kesalahan didasarkan pada gagasan di mana kesalahan dapat
terjadi di dalam rekaman sintese DNA. kesalahan ini diabadikan dan secepatnya
didorong kearah sistem yang tidak berfungsi di tingkatan yang optimal. Jika
proses transkripsi dari DNA terganggu maka akan mempengaruhi suatu sel dan akan
terjadi penuaan yang berakibat pada kematian.
·
Free Radical Theory/ teori radikal bebas
Teori
ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat
senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang
merupakan bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan
ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah
bentuk dan sifatnya ; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada
dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan
organel sel lainnya (Christiansen dan Grzybowsky, 1993).
Proses
metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar
(Hayflick, 1987), secara spesifik, oksidasi lemak, protein dan karbohidrat
dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan
sumber eksternal radikal bebas.
·
Cross-Linkage Theory
Teori
ini seperti protein yang metabolisme tidak normal sehingga banyak produksi
sampah didalam sel dan kinerja jaringan tidak dapat efektif dan efisien.
·
Wear and Tear Theory
Teori
ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya
perawatan. Dan penuaan merupakan hasil dari penggunaan.
b. Teori Nonstokastik/ NonStochastic
Theories
Proses penuaan disesuaikan menurut
waktu tertentu
·
Programmed Theory
Pembelahan
sel dibatasi oleh waktu, sehingga suatu saat tidak dapat regenerasi kembali.
·
Immunity Theory
Mutasi
yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Mutasi
somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal
ini dapat menyebabkan system imun tubuh mengalami perubahan, dan dapat dianggap
sebagai sel asing. Hal inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.
Dilain pihak, system imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan
pada proses penuaan dan daya serangnya terhadap sel kanker mengalami penurunan.
Teori lain menyatakan bahwa teori biologis
dapat dibagi menjadi :
1. Teori Genetik Clock
Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah terprogram secara genetik
untuk species – species tertentu. Tiap species mempunyai didalam nuklei ( inti
selnya )suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu.
Jam ini akan menghitung mitosis dan akan menghentikan replikasi sel bila tidak
diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal
dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal. Konsep ini didukung kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan
mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang
nyata.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2.
Teori Mutasi Somatik ( teori error catastrophe )
Menurut teori ini
faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi somatik . sebagai contoh diketahui
bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur sebaliknya menghindarinya
dapqaat mempperpanjang umur.menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif
pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsi
sel tersebut. Sebaai salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel
somatik adalah hipotesis error catastrope.
3.
Teori
Auto imun
Dalam proses
metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi oleh zat khusus. Ada jaringan tubuh
tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut, sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan sakit.
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat
diproduksi suatu zat khusus. Sad jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
4. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat
dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksigenasi
bahaffn - bahan organik seperti KH dan protein.radikal ini menyebabkansel – sel
tidak dapat beregenerasi.
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan
bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
5. Teori
stres
Menua terjadi akibat
hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah dipakai.
2. Teori Psikologi (Psychologic
Theories Aging)
Teori ini akan menjelaskan bagaimana
seseorang berespon pada tugas perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan
seseorang akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a. Teori Hierarki Kebutuhan Manusia
Maslow (Maslow’s Hierarchy of Human Needs)
Dari
hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam lima tingkatan dari mulai
yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai
pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi
kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah menuju ke tingkat yang
paling tinggi.
Menurut
Maslow semakin tua usia individu maka individu tersebut akan mulai berusaha
mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri
maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua
sifat yang ada di dalamnya; otonomi, kreatif, independent dan hubungan
interpersonal yang positif.
b. Teori Individualism Jung (Jung’s
Theory of Individualism)
Menurut
Carl Jung sifat dasar menusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert dan
introvert. Individu yang telah mencapai lansia dia akan cenderung
introvert, dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya.
Menua yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan
antari sisi introvertnya dengan sisi ekstrovertnya namun lebih condong kearah
introvert. Dia tidak hanya senang dengan dunianya sendiri tapi juga terkadang
dia ekstrovert juga melihat orang lain dan bergantung pada mereka.
c. Teori Delapan Tingkat Perkembangan
Erikson (Erikson’s Eight Stages of Life)
Menurut
Erikson tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu adalah ego
integrity vs disapear. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini
maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima
dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung
jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai
tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati,
penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa terlambat untuk memperbaiki
diri).
d.
Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi (Selective
Optimization with Compensation)
Menurut
teori ini, kompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3 elemen yaitu:
·
Seleksi.
Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses
penuaan maka mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas
sehari-hari.
·
Optimalisasi.
Lansia tetap menoptimalkan kemampuan yang masih dia
punya guna meningkatkan kehidupannya.
·
Kompensasi.
Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalakan
arena proses penuaan diganti dengan aktifitas-aktifitas lain yang mungkin bisa
dilakukan dan bermanfaat bagi alnsia.
3. TEORI
KULTURAL
Ahli
antropologi menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada
budaya yang dianut oleh seseorang. Hal ini juga dipercaya bahwa kaum tua tidak
dapat mengabaikan sosial budaya mereka. Jika hal ini benar maka status tua
dalam perbedaan sosial dapat dijelaskan oleh sejarah kepercayaan dan tradisi.
Blakemore
dan Boneham yang melakukan penelitian pada kelompok tua di Asia dan Afro –
Caribbean menjelaskan bahwa kaum tua merupakan komunitas yang minoritas yang
dapat menjamin keutuhan etnik, ras dan budaya.
Sedangkan
Salmon menjelaskan tentang konsep “ Double Jeoparoly “ yang digunakan
untuk karakteristik pada penuaan. Penelitian
umum pada kelompok Afrika – Amerika dan Mexican American yaitu jika budaya
membantu umtuk menjelaskan karakteristik penuaan, maka hal ini merupakan
tuntutan untuk dapat digunakan dalam pemeriksaan lebih lanjut.
Budaya
adalah attitude, perasaan, nilai , dan kepercayaan yang terdapat pada suatu
daerah atau yang dianut oleh sekelompok orang kaum tua , yang merupakan
kelompok minoritas yang memiliki kekuatan atau pengaruh pada nilai
budaya.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa budaya yang dimiliki seseorang
sejak lahir akan tetap dipertahankan sampai tua. Bahkan mempengaruhi orang – orang
disekitaryauntuk mengikuti budaya tersebut sehingga tercipta kelestarian
budaya.
4. Teori Sosial
a.
Teori aktifitas
Lanjut usuia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan social
b.
Teori Pembebasan
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan adalah
teori pembebasan ( disengagement teori ). Teori tersebut menerangkan bahwa
dengan berubahnya usi seseorang secara berangsur – angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia
menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya sehingga sering terjadi
kehilangan ganda yaitu:
ü
Kehilangan peran
ü
Hambatan kontrol social
ü
Berkurangnya komitmen
c.
Teori Kesinambungan
Teori ini
mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Dengan
demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan gambarannya kelak
pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
ü
lansia tak disarankan untuk melepaskan peran
atau harus aktif dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada
pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau
dihilangkan
ü
Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
ü Lansia
dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi
5.
TEORI
GENETIKA
Proses penuaan kelihatannya
mempunyai komponen genetik. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan bahwa anggota
keluarga yang sama cenderung hidup pada umur yang sama dan umurnya mempunyai
umur yang rata-rata sama, tanpa mengikut sertakan meninggal akibat kecelakaan
dan penyakit. Mekanisme penuaan yang jelas secara genetik belumlah jelas,
tetapi penting jadi catatan bahwa lamanya hidup kelihatannya diturunkan melalui
garis wanita dan seluruh mitokondria mamalia berasal dari telur dan tidak ada
satupun dipindahkan melalui spermatozoa. Pengalaman kultur sel sugestif bahwa
beberapa gen yang mempengaruhi penuaan terdapat pada kromosom 1, tetapi
bagaimana cara mereka mempengaruhi penuaan masih belum jelas.
Disamping itu terdapat juga
“eksperimen alami” yang baik dimana beberapa manusia dengan kondisi genetik
yang jarang (progerias) seperti
sindroma Werner menunjukkan penuaan yang premature dan meninggal akibat
penyakit usia lanjut seperti ateroma derajat berat pada usianya yang masih
belasan tahun atau permulaan remaja.Serupa dengan itu, penderita sindroma Down
pada umumnya proses penuaannya lebih cepat dibandingkan dengan populasi lain. Disamping
itu fibroblasnya mampu membelah dalam jumlah lebih sedikit di dalam kultur
dibandingkan dengan control yang umurnya sama. Tetapi ini masih sangat jauh
dari bukti akhir bahwa penuaan merupakan kondisi genetik; hal ini hanya
menunjukkan kepada kita bahwa beberapa bentuk penuaan dipengaruhi oleh
mekanisme genetik.
6.
Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang terjadi
secara berulang mengakibatkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya
berkurang (self recognition) menurun mengakibatkan kelainan pada sel, dianggap
sel asing sehingga dihancurkan perubahan inilah terjadinya peristiwa auto imun.
7.
Teori menua akibat metabolisme
Pada zaman tempo dulu
pendapat tentang tua : botak, mudah bingung, pendengaran sangat menurun atau
menyebut mereka “budeg”, menjadi bungkuk dan sering dijumpai kesulitan dalam
menahan buang air kecil : beseran atau inkontinensia urin.
BAB III
MEMAHAMI
MITOS & REALITA TENTANG LANSIA
3.1 Pendahuluan
Dalam masyarakat kita, sering
dijumpai pengertian dan mitos yang salah kaprah mengenai lansia, sehingga
banyak merugikan para lansia. Salah kaprah tersebut adalah anggapan dan
pandangan yang keliru namun tetap diucapkan dan dipraktekkan secara keliru
pula, sehingga sangat merugikan. Dalam hal ini yang dirugikan adalah para
lanjut usia, karena dapat merupakan stigma (cap buruk) dari masyarakat dan
dapat mempengaruhi orang-orang yang sesungguhnya memiliki kepedulian untuk
membantu para lansia. Salah kaprah yang seringkali kita jumpai dalam masyarakat
mencakup beberapa hal sebagai berikut:
- Lansia berbeda dengan orang lain
- Lansia tidak dapat belajar keterampilan baru serta tidak perlu pendidikan dan latihan
- Lansia sukar memahami informasi baru
- Lansia tidak produktif dan menjadi beban masyarakat
- Lansia tidak berdaya
- Lansia tidak dapat mengambil keputusan
- Lansia tidak butuh cinta dan tidak perlu relasi seksual
- Lansia tidak menikmati kehidupan sehingga tidak dapat bergembira
- Lansia itu lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat
- Lansia menghabiskan uang untuk berobat
- Lansia sama dengan pikun
Dalam masyarakat kita selaku orang timur dengan
budaya kekeluargaan yang sangat kental; anak, cucu dan sanak saudara dari para
lansia pada umumnya sangat tidak keberatan untuk menerima kehadiran dan
keberadaan lansia di dalam keluarganya. Namun demikian adanya pandangan yang
keliru seperti tersebut diatas tak urung bisa mempengaruhi anggota keluarga
dalam memperlakukan para lansia. Hal inilah yang perlu diperjelas supaya salah
kaprah tersebut tidak terjadi berkepanjangan dan perlu dicari cara untuk
mensosialisasikan pengertian dan pemahaman yang benar sehingga lansia memiliki
hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan kondisi, usia, jenis kelamin dan
status sosial mereka dalam masyarakat. Salah satu cara mengurangi salah kaprah
dan tindakan yang keliru sehingga dapat memahami lansia secara benar adalah
dengan melihat realita yang ada.
3.2 Realita Tentang Lansia
Salah kaprah yang seringkali kita
jumpai dalam masyarakat mencakup beberapa hal sebagai berikut:
- Lansia berbeda dengan orang lain
- Lansia tidak dapat belajar keterampilan baru serta tidak perlu pendidikan dan latihan
- Lansia sukar memahami informasi baru
- Lansia tidak produktif dan menjadi beban masyarakat
- Lansia tidak berdaya
- Lansia tidak dapat mengambil keputusan
- Lansia tidak butuh cinta dan tidak perlu relasi seksual
- Lansia tidak menikmati kehidupan sehingga tidak dapat bergembira
- Lansia itu lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat
- Lansia menghabiskan uang untuk berobat
- Lansia sama dengan pikun
1. Lansia Berbeda Dengan
Orang Lain
Orang yang mencapai tahap perjalanan hidup sampai
mencapai lanjut usia dapat dikatakan sebagai orang yang beruntung. Mereka telah
mengenyam kehidupan dalam masa yang panjang. Di Indonesia pemerintah dan
lembaga-lembaga pengelola lansia, memberi patokan bahwa mereka yang disebut
lansia adalah yang telah mencapai usia 60 tahun yang dinyatakan dengan
pemberian KTP seumur hidup. Namun di negara maju diberi patokan yang lebih
spesifik: 65 - 75 tahun disebut old, 76 - 90 tahun disebut old -- old
dan 90 tahun ke atas disebut very old (W.M.Roan, 1990). Pengelompokan tersebut
bersifat teoritik artinya untuk kepentingan ilmiah namun dalam kenyataan untuk
pelayanan kesehatan, sosial dan sebagainya tidak dibedakan. Meskipun lansia
seringkali mendapat prioritas dan fasilitas; misalnya kalau naik pesawat dapat
potongan khusus, beberapa tempat wisata memberi karcis gratis bagi pengunjung
lansia, di bandara atau stasiun Kereta Api disediakan loket/jalan khusus bagi
lansia, hal itu bukan dimaksudkan untuk membedakan lansia dengan orang lain
tetapi lebih bertujuan untuk membantu kelancaran pelayanan sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan mereka.
Bahwa para lansia tersebut harus dihormati tentu
kita semua setuju. Sebagai orang timur orang yang lebih tua (baca: berusia
lanjut) memang mendapat kehormatan yang lebih dibandingkan dengan orang yang
lebih muda. Dalam adat Jawa lansia sebagai pinisepuh atau sesepuh yaitu orang
yang memiliki kehormatan yang tinggi dan bila ada hajatan ditempatkan di tempat
yang istimewa.
2. Lansia Tidak Dapat
Mempelajari Ketrampilan Baru dan Tidak Memerlukan Pendidikan dan Latihan.
Kenyataan di masyarakat terutama di Perguruan
Tinggi banyak lansia yang dapat menyelesaikan studinya sampai jenjang S-2 atau
S-3, berkompetisi dengan orang-orang muda secara jujur dan objektif. Bahkan
dalam proses belajar bersama para lansia tersebut justru sering menjadi teladan
yang memberikan motivasi yang tinggi bagi kawan-kawannya yang lebih muda. Hal
itu menunjukkan bahwa lansia dapat mempelajari ketrampilan baru sama baiknya
dengan orang lain, hanya mungkin karena lama tidak berlatih dan kadang-kadang
kurang memiliki keyakinan akan kemampuannya sehingga butuh dorongan dari orang
lain. Bagi lansia dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan
keterampilan baru merupakan suatu hal yang biasa, baik dengan motivasi untuk
meningkatkan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu luangnya agar lebih
produktif dan berguna. Semakin banyak pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
lansia makin banyak pula hal-hal yang dapat disumbangkan kepada masyarakat. Hal
ini menunjukkan bahwa lansia merupakan sumber ilmu pengetahuan dan keterampilan
serta referensi yang sangat baik dan berharga, sehingga perlu dipelihara. Cara
memeliharanya adalah dengan mengajak mereka untuk berdiskusi, berkonsultasi,
bertanya serta menempatkan lansia sebagai nara sumber dalam berbagai bidang
yang disenangi dan dimiliki.
Berdasarkan kenyataan di atas adalah keliru bila
lansia itu dianggap tidak dapat mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru.
Sebaliknya, mereka justru memiliki sumber enerji yang tetap kuat untuk belajar,
meski perlu motivator untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya mampu. Pandangan
yang keliru pula yang mengatakan bahwa lansia itu jompo, rapuh, tidak perlu
belajar dan berlatih, dan tidak perlu bekerja, sehingga dianjurkan untuk
istirahat, enak-enak, ongkang-ongkang kaki saja di rumah. Jika pandangan
tersebut dipraktekkan maka justru mungkin hal semacam itulah yang akan
menimbulkan stress dan distress serta dispair (putus harapan) pada lansia.
Merupakan suatu tindakan yang bijaksana jika para anggota keluarga tetap
memberikan kesempatan pada lansia untuk melakukan kegiatan apa saja yang
disukainya sehingga tetap menjaga harga diri, martabatnya serta merasa dirinya
berguna untuk yang lain. Agar lansia tetap eksis dalam keluarga dan masyarakat
maka perlu pendidikan dan latihan dalam arti menyesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan pribadinya serta tuntutan lingkungan.
3. Lansia Sukar Menerima Informasi
Baru
Pada lansia kesempatan untuk memperoleh informasi
baru justru terbuka lebar, karena waktu senggangnya relatif banyak. Umumnya
pada masa ini tidak dituntut untuk bekerja keras seperti masa-masa sebelumnya.
Dalam kehidupan lansia umumnya haus akan berita-berita baru dan
informasi-informasi baru, karena mereka tidak mau ketinggalan informasi
dibandingkan orang-orang yang lebih muda. Dalam kenyataan kita menjumpai bahwa
mereka banyak nonton televisi, mendengarkan radio, membaca koran, majalah ataupun
bertanya kepada sesama lansia atau orang yang lebih muda tentang tentang
hal-hal baru yang berkembang dalam masyarakat. Dalam kenyataan lansia lebih
tahu berita baru dari orang-orang lain dan sangat senang menyampaikan berita
baru tersebut kepada kawan-kawannya, maupun kepada yang lebih muda. Bagi lansia
adanya informasi baru berarti menstimulasi fungsi kognitifnya, fungsi
afektifnya dan fungsi psikomotoriknya yang membuat syaraf-syaraf otaknya tetap
berfungsi secara normal.
4. Lansia Tidak Produktif
dan Menjadi Beban Masyarakat
Umumnya lansia di negara-negara berkembang dan
negara-negara yang belum memiliki tunjangan sosial untuk hari tua, akan tetap
bekerja untuk memenuhi tuntutan hidup maupun mencukupi kebutuhan keluarga yang
menjadi tanggungannya. Jadi tidaklah sepenuhnya benar jika dikatakan lansia
tidak produktif. Dalam kenyataan di dunia ini jutaan orang bekerja mendapat
bayaran, namun ada juga jutaan orang bekerja tanpa mendapat bayaran misalnya
pemuka masyarakat, ulama, guru-guru ngaji, mereka yang merawat anak-anak, orang
sakit, orang cacat, lansia yang sudah sangat tua, guru sukarelawan dan banyak
lagi. Baik yang dibayar maupun yang tidak semuanya memiliki andil dan sumbangan
yang besar dalam perkembangan masyarakat. Biasanya para lansia memainkan perannya
sebagai orang-orang yang bekerja tanpa mendapat bayaran namun memiliki arti
yang sangat penting dalam masyarakat karena sumbangan ide-ide dan nasehatnya.
Dalam proses penuaan sendiri mereka sering menemukan cara-cara yang tepat dan
bijaksana dalam mengatasi tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika dalam banyak kasus, lansia seringkali merupakan penasehat
yang jitu untuk mengatasi masalah-masalah sosial dalam kehidupan masyarakat.
Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa lansia amat memerlukan dukungan atau
support dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Lansia bukan merupakan beban
bagi yang muda, sebaliknya mereka sering menjadi teladan bagi orang muda,
misalnya dalam sopan santun, disiplin, keteguhan iman, kejujuran, semangat
juang, maupun kewibawaan.
5. Lansia Tidak Berdaya
Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa lansia
itu tidak berdaya, sebab dalam kenyataan para lansia tetap eksis dan terus
berjuang mencari kehidupan yang lebih baik. Kalau seorang lansia memerlukan bantuan
biasanya ia tahu persis apa yang diperlukan secara wajar. Mereka memiliki
banyak pengalaman dalam kehidupannya, sehingga dalam keseharian kita sering
menjumpai bahwa lansia tidak mau tinggal diam, ada saja yang ingin
dikerjakannya. Terkadang memang ada yang menjadi loyo atau pasrah, mereka ini
umumnya lansia yang pada masa mudanya sudah terkuras oleh tugas-tugas berat dan
tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga dalam masa lansia tidak
berdaya. Untuk menghadapi lansia model demikian, lingkungan hendaknya selalu
memberikan support dan rasa peduli, agar mereka tidak merasa tersisih dan tetap
memiliki harga diri. Adalah keliru jika anggota keluarga selalu mendampingi
lansia, melarang mereka untuk berkomunikasi dengan sesama lansia, melarang mereka
bepergian ke suatu tempat karena takut kecapaian, dan menganjurkan lansia untuk
istirahat saja di rumah. Cara demikian justru akan memperburuk kondisi lansia
yang berakibat bahwa mereka akhirnya merasa tak berdaya.
6. Lansia Tidak Dapat
Mengambil Keputusan Untuk Kehidupan Dirinya
Setiap orang kadang-kadang sulit mengambil
keputusan. Hal ini berlaku bagi siapa saja, baik bagi orang muda atau lansia.
Namun demikian tidaklah berarti bahwa lansia tidak dapat mengambil keputusan
untuk kehidupannya sendiri. Bahkan lansia sebagai orang yang dihormati, justru
sering dijadikan referensi untuk dimintai nasehatnya oleh anak, cucu maupun
sanak saudara, dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh seorang anak atau cucu
bila masih memiliki kakek- nenek, bila akan mengadakan hajatan akan selalu
minta doa restu dan nesehat dalam mengambil keputusan penting. Nasehat dari
orang tua yang sudah lanjut usia ini akan dipegang teguh dan dilaksanakan oleh
anak cucunya. Hal yang perlu diperhatikan agar lansia mampu mengambil keputusan
untuk kepentingan kehidupan dirinya adalah dengan cara sering mengajaknya
berdiskusi tentang hal-hal baru dan sering meminta petunjuk atau petuahnya
sehingga ia merasa tetap eksis dan memiliki rasa percaya diri.
7.
Lansia Tidak Butuh Cinta dan Relasi Seksual
Fungsi psikis setiap orang baik fungsi kognitif,
afektif dan konatif (psikomotorik) serta kombinasi-kombinasinya, selama hayat
masih dikandung badan masih tetap berfungsi. Proses pikir, perasaan dan
kemauannya tetap berfungsi dengan baik, apalagi bila sering mendapat stimulasi
secara teratur dalam kehidupannya. Bahkan relasi seksualpun tetap berjalan bila
masih memiliki pasangan. Oleh karena itu, adalah tindakan yang keliru jika
lansia dianjurkan untuk meng-isolasi diri agar tidak memiliki pikiran yang menyusahkan
dirinya ataupun keinginan-keinginan yang menyusahkan orang lain. Agar gairah
hidup tetap berkobar lansia perlu berinteraksi dengan orang-orang muda untuk
berdiskusi, berkomunikasi atau bersuka ria. Sayangnya seringkali orang muda
tidak tertarik untuk melakukan hal itu. Namun demikian bila orang-orang muda
memiliki pemahaman yang benar tentang kebutuhan lansia dan mau membantu
kesejahteraan batin mereka; hendaknya yang muda (terutama anggota keluarga) mau
beramal untuk kepentingan lansia.
8.
Lansia Tidak Menikmati Kehidupan Sehingga Tidak
dapat Bergembira
Pada dasarnya tidak ada orang di dunia ini
berencara untuk berhenti bersenang-senang, kecuali orang tersebut berada dalam
kondisi depresi atau distress. Semua orang ingin hidup senang, bahagia dan
sejahtera, termasuk para lansia. Lansia sekarang ini justru mendambakan
kenikmatan hidup di hari tua. Itulah sebabnya sejak muda orang sudah bekerja
keras, agar di hari tua nanti mendapat pensiun ataupun tabungan yang cukup
untuk menikmati masa tuanya. Harapan itu merupakan idaman setiap orang,
sehingga termotivasi untuk belajar dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi
bahkan sekarang semua berlomba untuk belajar sampai S-3. Kiranya usaha keras
untuk mencari ilmu pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang
mapan, sehingga nantinya memiliki hari tua yang sejahtera, dapat menikmati
hidup hari tua dan bahagia atau menjadi lansia yang dapat bergembira.
Agar lansia dapat menikmati kehidupan di hari tua
sehingga dapat bergembira atau merasa bahagia, diperlukan dukungan dari
orang-orang yang dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia
tetap dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur dan tidak
berlebihan. Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang
bersifat mengingatkan si lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan (jika
lansia masih bekerja), memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan
aktivitas yang menjadi hobinya, memberi kesempatan kepada lansia untuk
menjalankan ibadah dengan baik, dan memberikan waktu istirahat yang cukup
kepadanya sehingga lansia tidak mudah stress dan cemas. Perlu dipahami bahwa
setelah orang mencapai masa lansia, baik fisik maupun mental sosial secara
perlahan mengalami perubahan, namun hal itu dapat ditahan agar perubahan tersebut
tidak terlalu dirasakan sebagai penghambat dalam kehidupan. Perubahan-perubahan
yang terjadi hendaknya jangan dijadikan sumber stress tetapi perlu diwaspadai
dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik. Kalau orang percaya
bahwa dirinya sehat, maka ia akan memiliki gairah hidup yang baik dan tidak
menunjukkan rasa khawatir yang berlebihan.
9.
Lansia Lemah, Jompo, Ringkih, Sakit-sakitan atau
Cacat
Tidaklah sepenuhnya benar pendapat yang mengatakan
bahwa lansia lemah, jompo, ringkih, sakit-sakitan atau cacat, karena dalam
kenyataan banyak lansia yang masih gagah, masih mampu bekerja keras bahkan
banyak yang masih memiliki jabatan penting dalam suatu lembaga. Memang
kadang-kadang ada lansia yang ringkih (gampang jatuh, gampang sakit) atau sakit
ataupun cacat tetapi hal itu berlaku untuk semua orang, baik orang muda juga
ada yang memiliki kondisi semacam itu. Kondisi kesehatan orang dalam masyarakat
menurut paradigma kesehatan saat ini bergradasi dari : lebih sehat, sehat,
sehat sakit (ill health), sakit dan cacat (impairment – disability –
handicap). Kondisi kesehatan itu berlaku baik untuk anak, remaja, dewasa maupun
lansia, jadi sebenarnya bukan lansia saja yang sakit-sakitan atau cacat, yang
lain pun bisa demikian
10. Lansia Menghabiskan Uang
untuk Berobat
Memang benar para lansia perlu melakukan
pemeriksaan kesehatan secara periodik, namun bukan berarti bahwa mereka adalah
orang yang sakit-sakitan. Untuk menjaga kesehatan tentu juga memerlukan obat,
namun hal itu bukan berarti menghabis-habiskan uang untuk berobat. Perlu
dipahami bahwa orang dalam perjalanan hidup sampai usia 70 ke atas pasti kadar
gula, garam,dan lemak dalam tubuh sudah lebih banyak, sehingga mudah menjadi
rentan terhadap penyakit kencing manis, stroke, jantung atau yang lainnya.
Namun semuanya akan dapat dikontrol bila orang rajin memeriksa kesehatan.
Lansia yang paham tentang kondisi dirinya tentu juga akan mengatur hidupnya
secara lebih baik, misalnya makan tidak berlebihan, melakukan diet, tidak
melakukan kegiatan-kegiatan secara berlebihan, sehingga memperkecil timbulnya
penyakit. Lansia umumnya tahu diri dan faham dalam menjaga dan memelihara
kesehatan dirinya yang ditunjukkan bentuk rajin olah raga ringan, rajin
beribadah dan peduli terhadap kesehatannya.
11. Lansia Sama Dengan Pikun
Pandangan ini keliru karena tidak semua lansia
mengalami pikun (senile). Pikun ini adalah penyakit (patologis) pada orang tua,
yang ditandai dengan dengan menurunnya daya ingat jangka pendek. Dalam
kehidupan manusia daya ingat akan berubah sesuai dengan usia, sehingga setelah
orang menjadi lansia ia tidak cepat dapat mengingat sesuatu, terutama hal yang
baru. Namun anggapan bahwa lansia sama dengan pikun merupakan suatu kekeliruan.
Banyak cara menyesuaikan diri dengan perubahan daya ingat dan banyak hal yang
mempengaruhi daya ingat manusia, pada usia berapa saja daya ingat tersebut akan
berkurang ketajamannya jika orang trsebut dalam keadaan lelah, stress, cemas,
khawatir, depresi, sakit atau jiwanya tidak tenang.
Demi menjaga agar daya ingat lansia tidak cepat
berubah secara frontal, karena kondisi fisik dan usia, maka perlu dihindarkan
atau paling tidak dikurangi dari hal-hal yang dapat menimbulkan kelelahan,
kekawatiran, kecemasan, rangsangan emosi, depresi dan sakit. Disinilah
kepedulian dari orang yang lebih muda sangat diperlukan sebagai kontrol agar
lansia tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya.
3.3 Mitos-Mitos Tentang Penuaan
·
Mitos kedamaian dan ketenangan
Pada usia lanjut dapat
santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya pada usia muda serta dewasanya.
Badai dan berbagai guncangan kehidupan seakan akan sudah dilewati. Kenyataan
sebaliknya usia lanjut penuh dengan stress karena kemiskinan dan berbagai
keluhan serta penderitaan karena penyakit.
·
Mitos konservatisme dan kemunduran pandangan
Diusia lanjut pada
umumnya adalah: konservatif, tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke
masa silam, ketinggalan jaman, merindukan masa lalu, kembali ke masa anak-anak,
susah berubah, keras kepala dan bawel. Kenyataan tidak semua lansia bersifat
dan berperilaku demikian. Sebagian tetap tegar berpandangan ke depan dan
inovatif serta kreatif.
·
Mitos berpenyakitan
Pada lanjut usia
dipandang sebagai masa degeneratif biologis yang disertai oleh berbagai
penderita akibat berbagai proses penyakit.kenyataannya memang proses menua
disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh serta metabolisme sehinnga rawan
terhadap penyakit,tetapi masa sekarang banyak penyakit yang dapat dikontrol dan
diobati.
·
Mitos senilitas
Usia lanjut dipandang
sebagai masa dimensia (pikun) yang disebabakan oleh kerusakan bagian tertentu
dari otak. Kenyataannya tidak semua usia lanjut dalam proses penuaan disertai
kerusakan pada otak. Mereka masih tetap sehat dan segar dan banyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat
·
Mitos ketidakproduktifan
Pada usia lanjut
dipandang sebagai usia yang tidak produktif. Kenyataan tidak demikian,masih
banyak usia lanjut yang mencapai kematangan dari produktivitas mental dan
materialnya yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki Umar
Sa’abah.(2009).Bagaimana Awet Muda dan Panjang
Usia.Jakarta:Gema
Insani Press
Chris
Brooker.(2009).Ensiklopedia Keperawatan.Jakarta:EGC
S.Tamher,dkk.(2009).Kesehatan
Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan.Jakarta:Salemba
Medika