Recent Post

Future Video

Friday, October 26, 2012

SEJARAH HIV



Nama              : Ade Irwan S. Hura
Kelas               : 2.1
 
SEJARAH HIV/AIDS
Tahun 1884 sampai 1924, di Kinshasa, Afrika Tengah, seorang pemburu membunuh seekor simpanze. Tanpa sengaja, darah hewan tersebut masuk ke dalam tubuh pemburu, kemungkinan lewat luka di bagian tubuh si pemburu. Darah simpanze ternyata mengandung virus HIV. Virus ini sama sekali tidak berbahaya bagi simpanze, tetapi mematikan bagi manusia. Sejak saat itu, virus terus menyebar. (sejarah perkiraan)
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksinpolio. Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.
Setiap pertengahan bulan Mei, masyarakat internasional punya kegiatan yang disebut International AIDS Candlelight Memorial dan di Indonesia dikenal dengan Malam Renungan AIDS (MRA). Kegiatan ini selain sebagai media untuk menyampaikan pengetahuan tentang HIV/AIDS juga menjadi bentuk kepedulian masyarakat dunia terhadap penderita HIV/AIDS.
Penemuan kasus HIV/AIDS pertama kali terjadi sekitar 1981 oleh ahli kesehatan di Kota Los Angeles, Amerika Serikat, ketika sedang melakukan sebuah penelitian kasus seri terhadap empat pemuda/mahasiswa. Di dalam tubuh ke-empat pemuda tadi ditemukan penyakit pneumonia (Pneumonic Carinii) yang disertai dengan penurunan kekebalan tubuh (imunitas). Dari hasil penelitian, para ahli kesehatan menemukan jalan untuk penemuan penyakit AIDS.
Virus HIV sendiri baru diketahui sekitar 1983 oleh Lug Montaigneur -seorang ahli mikrobiologi Perancis. Pada 1984, mikrobiolog asal Amerika Serikat, Robert Gallo mengumumkan pula penemuan yang sama. Di Indonesia penemuan kasus HIV/AIDS diperkirakan baru diketahui pada 1987, yaitu pada seorang turis asal Belanda.
HIV/AIDS Dalam Sejarah
1926: Beberapa ilmuwan menganggap HIV menyebar dari monyet ke manusia sekitar tahun 1926-1946.
1982: Para ilmuwan menemukan sindrom yang dikenal sebagai GayRelated Immune Deficiency (GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan kaum gay.
1983: Dokter di Institut Pasteur Prancis memisahkan virus baru penyebab AIDS. Virus itu terkait dengan limfadenopati (Lymphadenopathy-Associated Virus-LAV).
1984: Pemerintah AS mengumumkan, Dr Robert Gallo dari National Cancer Institute (NCI) memisahkan retrovirus penyebab AIDS dan diberi nama HTLV 111.
1986: Suatu panitia internasional menyatakan bahwa virus LAV dan HTLV-III adalah sama sehingga nama virus itu diganti menjadi HIV.
15 April 1987: Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan berusia 44 tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada enam orang yang didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.
1987-Desember 2001: Dari 671 pengidap AIDS, 280 orang diantaranya meninggal dunia.
Februari 1999: Peneliti dari University of Alabama di Amerika Serikat (AS) meneliti jaringan yang dibekukan dari seekor simpanse dan menemukan jenis virus SIV yang hampir sama dengan HIV-1. Simpanse itu berasal dari subkelompok simpanse yang disebut pan troglodyte yang terdapat di Afrika Tengah Barat.
2001: UNAIDS (United Nations Joint Program on HIV/AIDS) memperkirakan jumlah Orang Hidup Dengan HIV/AIDS (ODHA) 40 juta. Sampai sekarang, di subsahara Afrika paling banyak terdapat ODHA, yakni 70 persen dari ODHA yang ada di dunia. Sedikitnya 12 juta anak menjadi yatim piatu karena HIV/AIDS.
November 2001: Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan obat untuk AIDS dan penyakit lainnya dalam kasus tertentu boleh tidak dipatenkan.
2002: 3,1 juta orang meninggal karena penyakit AIDS.
9 Januari 2003: Penderita HIV/AIDS di Bali bertambah 18 orang lagi. Total kumulatif penderita, dari 233 orang menjadi 251 orang. Sampai saat ini belum bisa dipastikan posisi Bali dalam hal urutan jumlah penderita HIV/AIDS dalam skala nasional.
Juli 2003: Salah satu kasus baru yang belum banyak diketahui orang lain adalah merebaknya HIV/AIDS dikalangan para petugas kesehatan akibat secara tidak sengaja tersuntik jarum suntik yang biasa digunakan oleh para penderita penyakit yang diidentikkan dengan penyakit seksual ini. Kebanyakan yang terkena adalah para suster yang bertugas untuk menyuntikkan zat anti viral (anti virus) kepada para pasien penderita AIDS. Tetapi entah kenapa, secara tidak sengaja jarum suntik yang biasa digunakan untuk para penderita HIV/AIDS, berbalik menyuntik bagian tubuh mereka. Keadaan dikhawatirkan akan menyebabkan ketakutan di kalangan para petugas kesehatan, terutama bagi mereka yang ditugaskan untuk merawat ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Salah satu cara yang telah dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan pemberian obat jenis post exposure prophylaxis atau pencegahan pasca pajanan. Tujuannya, agar dapat dideteksi apakah mereka positif terkena HIV/AIDS atau tidak. Mereka meminumnya selama satu hingga satu setengah bulan, kemudian pemakaian obat dihentikan. Tiga hingga enam bulan setelahnya, mereka kembali diberikan obat anti viral untuk melumpuhkan virus HIV. ‘Kecelakaan’ yang tidak disengaja itu akan semakin memperparah kondisi para pasien HIV/AIDS karena akan semakin banyak orang yang tidak peduli kepada mereka. Sementara untuk petugas kesehatan diharapkan mereka bersikap hati-hati dalam bertugas karena pihak rumah sakit tidak menyediakan dana khusus untuk perawatan dan pengobatan mereka.
20 Agustus 2003: Generasi muda Papua lama-kelamaan dirasa akan habis karena kurangnya penanganan masalah HIV/AIDS bagi warga Papua oleh petugas kesehatan. Hal ini dikarenakan penanganan pemerintah terhadap kasus HIV/AIDS di Papua sangat minim, sedangkan penderitanya semakin hari jumlahnya semakin bertambah.
22 Agustus 2003: Sebanyak 27 orang warga Kabupaten Banyuwangi dinyatakan positif terserang AIDS dan 10 orang lainnya masih diduga terkena penyakit yang sama. Ini merupakan Angka terbesar di Jatim setelah Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Data ini berdasarkan survei Dinas Kesehatan pada 45 unit puskesmas dan 12 lokalisasi di Kota Gandrung itu, sejak awal bulan Agustus lalu. Kesimpulan didapat setelah dilakukan pemeriksaan contoh darah yang diuji di laboratorium kesehatan pada Dinas Kesehatan Propinsi Jatim di Surabaya. Penderita adalah para pekerja seks komersial (PSK), mahasiswa, ibu rumah tangga, PNS, TKI, dan waria. Dari 27 orang yang dinyatakan positif mengidap virus itu, lima di antaranya meninggal dunia. Sementara sisanya masih dalam pengawasan dan penanganan pihak Diskes Banyuwangi.
30 November 2003: Deki (22 Tahun), positif mengidap HIV/AIDS karena jarum suntik narkoba. Deki tidak tinggal diam menunggu nasib, bahkan ia tidak takut kematian dan menyerah begitu saja ditengah jepitan ancaman ganda yang harus dihadapinya. Kini, Deki mengisi hari-harinya dengan bergabung pada Yayasan Pelita Ilmu, Jakarta yaitu sebuah LSM yang mendedikasikan diri mendampingi penderita ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
24 Januari 2003: Setelah lima hari dinyatakan positif mengidap AIDS, Koko (27 Tahun) meninggal dengan keadaan mengenaskan, dikucilkan dan sempat ditolak berobat oleh sejumlah rumah sakit. Berdasarkan data yang masuk, terdapat 306 penderita HIV/AIDS yang tersebar di Indonesia hingga Desember 2002. Jumlah ini belum termasuk jumlah korban lain yang tidak terdeteksi.
26 Januari 2004: Dalam kegiatan Penyuluhan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba di Balai Kota Bogor, Dr Subagyo Partodiharjo selaku Ketua Yayasan Karya Bhakti mengatakan, selama 2003, Rumah Sakit Karya Bhakti, Bogor menemukan 14 orang pasien pecandu narkoba yang dinyatakan positif terinfeksi virus HIV/AIDS.
Rumah Sakit Karya Bhakti merupakan salah satu tempat di Bogor untuk melakukan rapid detoxivikasi (cara medis membuang ketergantungan narkotika). Pasien narkotika dapat melakukan pencekan untuk mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV atau tidak. Tapi, rumah sakit tidak menerima rehabilitasi bagi pasien yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Kebanyakan pasien narkotika yang dilakukan rapid detoxivikasi adalah narapidana dalam kasus narkoba yang ditahan di penjara Paledang,Bogor. Kegiatan Komite ini melakukan penyuluhan dibeberapa daerah. Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu menanggulangi dan memberantas peredaran serta penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Berdasarkan data perkiraan jumlah penduduk Indonesia 0.009 % dari tercatat sebagai korban narkoba. Sedangkan 0,001 % tercatat sebagai sindikat pengedar (bandar, pengedar dan sebagainya). Dalam peredarannya, narkoba diistilahkan sebagai food suplemen yang berguna untuk pengembali kesegaran tubuh. Sebagai pengenalan, biasanya pengedar memberikan narkoba secara cuma-cuma kepada pemakai pemula, yang nantinya akan ketagihan, namun setelah itu, Pengedar menjualnya dengan harga tinggi.
14 Februari 2004: I Gusti Dodi, penderita berusia 21 tahun, meninggal di Rumah Sakit Umum Mataram.
11 Maret 2004: Dua orang bekas TKW asal Malang di Singapura, yaitu Syt dan Syn diketahui terserang HIV/AIDS setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Kepanjen. Kedua wanita ini terdeteksi mengidap penyakit ini pada Februari 2004. Dengan ini, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Malang menjadi 30 orang, empat diantaranya meninggal dunia. Penderita yang masih hidup terus dipantau kegiatannya. Para penderita HIV/AIDS berasal dari berbagai kalangan, seperti PSK (Pekerja Seks Komersial), Waria, Gay, Sopir, dan Pecandu Narkoba.
18 Maret 2004: Penderita AIDS di Mataram bertambah lagi dengan terindikasikannya Irw (28 tahun) yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Mataram, Nusa Tenggara Barat lewat instalasi rawat darurat (IRD).
23 Maret 2004: Irw (28 tahun) seorang sopr taksi yang diindikasikan terkena AIDS, kini hanya terbaring lemah. Kondisi badannya hampir tanpa kekebalan tubuh. Bahkan keadaannya semakin memburuk. AIDS tertular padanya melalui suntikan narkoba yang digunakannya. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa bekas suntikan.
DKI tercatat pada urutan pertama untuk kasus AIDS di Indonesia, dibandingkan dengan Papua, Bali, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ke enam daerah ini memasuki concentrated level epidemic AIDS. Penyebab tingginya kasus AIDS di enam provinsi itu adalah tidak sehatnya perilaku seksual. Untuk itu diperlukan penanganan serius penularan AIDS, seperti program abstinensi -puasa seks, be faithful -setia pada pasangan dan penggunaan kondom. Kasus AIDS juga banyak ditemukan pada pengguna NAZA, khusunya di DKI Jakarta. Penanganannya, lewat peer group education.
Apa dan Bagaimana HIV/AIDS?
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada dasarnya, HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus ini "senang" hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu dan cairan otak.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut "sel T-4" atau disebut juga "sel CD-4". HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut "sel T-4" atau disebut juga "sel CD-4". Dengan melihat tempat hidup HIV, tentunya bisa diketahui, penularan HIV terjadi kalau ada pencampuran cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti hubungan seks dengan pasangan yang mengidap HIV, jarum suntik dan alat-alat penusuk (tato, tindik dan cukur) yang tercemar HIV, transfusi darah atau produk darah yang mengandung HIV dan ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin atau bayinya.
Hal-hal yang tidak berpotensi menularkannya adalah bersalaman, cium pipi, batuk/bersin, menggunakan telepon umum/kloset umum, tempat duduk, berenang, alat makan/minum, tinggal serumah dengan penderita HIV, dan gigitan nyamuk. Tapi lantaran masih terbatasnya informasi yang didapat masyarakat Indonesia tentang penyakit ini, banyak banyak penderita HIV/AIDS yang dikucilkan dari lingkungannya.
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan orang dengan HIV/AIDS (Odha) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah, bahkan meninggal. Oleh karena penyakit yang menyerang bervariasi, AIDS kurang tepat jika disebut penyakit. Definisi yang benar adalah sindrom atau kumpulan gejala penyakit.
Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali, karena seringkali mirip penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam enam minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih, sakit sendi, skait menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala ini biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala. Pada tahun ke-5 atau ke-6, tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara cepat (> 10 persen), diare terus-menerus lebih dari satu bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau terus menerus.
Dalam masa sekitar tiga bulan setelah tertular, tubuh penderita belum membentuk antibodi secara sempurna, sehingga tes darah tidak memperlihatkan orang itu telah tertular HIV. Masa tiga bulan itu sering disebut dengan masa jendela. Jika tes darah sudah menunjukkan adanya anti bodi HIV dalam darah, artinya positif HIV, penderita memasuki masa tanpa gejala (5-7 tahun). Tapi, pada masa ini tidak timbul gejala yang menunjukkan orang itu menderita AIDS, atau dia tetap tampak sehat. Hingga kemudian, penderita memasuki masa dengan gejala yang sering disebut masa sebagai penderita AIDS. Gejala AIDS sudah timbul dan biasanya penderita dapat bertahan enam bulan sampai dua tahun dan kemudian meninggal.
HIV/AIDS jelas berbahaya untuk melakukan infeksi terhadap orang, karena gejala yang muncul baru diketahui penderita setelah 2-10 tahun terinfeksi HIV. Disaat itulah sangat dimungkinkan, penularan terhadap orang lain -setiap orang dapat tertular HIV/AIDS. Padahal, belum ada vaksin dan obat penyembuhnya.
Sangat disarankan memeriksa darah untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV yang berarti ada HIV di dalam tubuh -biasanya dilakukan dengan cara Elisa Reaktif sebanyak dua kali. Bila hasilnya positif, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan Western Blot atau Immunofluorensensi untuk memastikan adanya HIV di dalam tubuh. Tentu saja saran ini sangat berlaku bagi seseorang yang mempunyai perilaku berisiko tinggi, seperti sering berganti-ganti pasangan seks dan pecandu narkotika suntikan, mendapati gejala penyakit yang khas karena infeksi HIV, menderita penyakit yang memerlukan transfusi darah terus-menerus seperti hemophili dan sering berhubungan dengan cairan tubuh manusia.
Jika ternyata positif terkena HIV, ingatlah selalu untuk jangan pernah menyerah menjaga semangat untuk hidup, menerima kenyataan dengan sabar sehingga dapat menikmati hidup dengan positif, menjaga kondisi tubuh dengan makanan bergizi, olah raga, istirahat dan rekreasi cukup, rajin berkonsultasi dengan dokter dan sahabat yang ahli atau berpengalaman serta senantiasa berdoa.
franky sihombing - ku kan bangkit.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh.mp3

Volume 16, Issue 2, April 2007 - Delayed stool specimen collection during the early and late stages of the Polio outbreak increase the risk of negative Wild Poliovirus laboratory results in some districts in Indonesia

Sunday, April 22, 2012

ASKEP HALUSINASI


BAB I
PENDAHULUAN

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang palingsering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.
Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yangdialamatkan pada pasien itu.Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengansuara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar ataubicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnyabergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiaptubuh atau diluar tubuhnya.Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnyabersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Persepsimerupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan olehstimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuanuntuk menilai realita dapat terganggu.Persepsi mengacu pada respon reseptorsensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertianemosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada prosessensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukanpada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yangberhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.
Halusinasi dapat terjadi oleh karena berbagai faktor diantaranya gangguan mental organik, harga diri rendah, menarik diri, sidrome putus obat, keracunan obat, gangguan afektif dan gangguan tidur.
Halusinasi klien timbul karena perubahan hubungan sosial. Perkembangan sosial yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar dan mempertahankan komunikasi dengan orang lain. Akibatnya klien cenderung memisahkan diri dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Sehingga timbulnya kesepian, isolasi sosial, hubungan yang dangkal dan tergantung (Haber, 1987).



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  KONSEP DASAR GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
2.1.1        Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa.Halusinasi sering diidentikan dengan skizofrenia.Dari seluruh skizofrenia,70% diantaranya mengalami halusinasi.Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengana gejala halusinasi adlah gangguan manic depresif dan dellirium
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan).
Menurut Wilson (1983) halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.Suatu perserapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Miramis, 1998).Halusinasi merupakan suatu yang dialami sebagai penghayatan seperti suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus ekstrenal, persepsi palsu (Lubis, 1993)
Halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
Varcarolis mendefinisikan halusinasi sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat simulus (Yosep, 2009).Menurut Stuart dan Sundeen's (2004) mendefinisikan halusinasi sebagai “hallucinations are defined as false sensory impressions or experiences”.Arti dari kalimat di atas, Stuart dan Sundeen’s mendefinisikan halusinasi sebagai bayangan palsu atau pengalaman indera.
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat.

2.1.2        Rentang Respon Halusinasi

Gambar : Rentang Responden Neurobiology (Stuart dan Laraia, 2001)

Halusinasi merupakan salah satu respons maladaptive individu yang berada dalam rentang respons neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001).Ini merupakan respons persepsi paling maladaptive.Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi  dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan peraban), pasien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus tersebut tidak ada. Di anatara kedua respons tersebut adalah respons individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu slah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi.Pasien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
2.1.3 Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia, 1998 membagi Halusinasi menjadi 7 jenis, yaitu :
Æ  Pendengaran
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara terbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami Halusinasi pikiran yang terdengar perkataan bahkan pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan.
Æ  Penglihatan
Stimulasi visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran, geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit dan kompleks.Bayangan bisa menyenangkan, menakutkan seperti monster.
Æ  Penghidu
Membau bau-bauan tertentu seperti bau-bauan darah, urine atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.Halusinasi penghidung sering mengakibatkan stroke, tumor, kejang atau demensia.
Æ  Pengucapan
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine atau feses.
Æ  Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.



Æ  Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
Æ  Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.1.4 Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi padaklien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaandelirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaanalkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi dapat juga terjadi denganepilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasijuga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yangmeliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi danantibiotik,sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasisama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanyapermasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namunbanyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis ,sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis ,pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

Faktor Predisposisi :
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah :
ü  Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.

ü  Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

ü  Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

ü  Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

ü  Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :

ü  Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

ü  Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

ü  Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

2.1.5Manifestasi Klinis
Tahap I

*      Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
*      Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
*      Gerakan mata yang cepat
*      Respon verbal yang lambat
*      Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan


Tahap II

*      Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
*      Penyempitan kemampuan konsenstrasi
*      Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas




Tahap III

*      Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolaknya.
*      Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
*      Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
*      Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik

Tahap IV

*      Prilaku menyerang teror seperti panik
*      Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
*      Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
*      Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
*      Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

2.1.6     Empat Tahapan Halusinasi,Karakteristik dan Perilaku yangDitampilkan

Tahap
Karakteristik
Perilaku Klien
Tahap I
Memberi rasa nyaman tingkat ansietas secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan
·         Mengalami ansietas,kesepian,rasa bersalah dan ketakutan
·         Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
·         Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran,(jika kecemasan dikontrol)

·         Tersenyum, tertawa sendiri
·         Menggerakkan bibir tanpa suara Pergerakkan mata yang cepat
·         Respon verbal yang lambat
·         Diam dan berkonsentrasi

Tahap II
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara
umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati


·         Pengalaman sensori menakutkan
·         Pengalaman sensori menakutkan
·         Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
·         Mulai merasa kehilangan kontrol
·         Menarik diri dari orang lain non psikotik






·         Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
·         Perhatian dengan lingkungan berkurang
·         Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
·         Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
Tahap III
·         Mengontrol Tingkatkecemasan berat
·         Pengalaman halusinasi tidak dapatditolak lagi





·         Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
·         Isi halusinasi menjadi atraktif
·         Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik



·         Perintah halusinasi ditaati
·         Sulit berhubungan dengan orang lain
·         Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
·         Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat

Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik



Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.



·         Perilaku panik
·         Resiko tinggi mencederai
·         Agitasi atau kataton
·         Tidak mampu berespon terhadap lingkungan


2.1.7                    Penatalaksanaan Medis pada Halusinasi

Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :

Æ  Psikofarmakologis

Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :


Kelas Kimia
Nama Generik (Dagang)
Dosis Harian
Fenotiazin
Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin)

60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg

Tioksanten


Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane)

75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon

Haloperidol (Haldol)

1-100 mg

Dibenzodiazepin

Klozapin (Clorazil)

300-900 mg

Dibenzokasazepin

Loksapin (Loxitane)

20-150 mg




Bab III
Landasan Teori Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi

1.      Pengkajian
Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yangdapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapatdibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dankecemasan

Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasadisingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.

Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Denganadanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuhakan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimiaseperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peranganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akanmengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengangangguan orientasi realitas.

Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkanhubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

Faktor Presipitasi

Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanyarangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalamkelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkunganjuga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasanyang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurangperhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapatmembedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins danHeacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskanatas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangunatas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapatdilihat dari
Lima dimensi yaitu :

*   Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapirangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapatditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luarbiasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
*   Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidakdapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi darihalusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidaksanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
*   Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individudengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untukmelawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatianklien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
*   Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkanadanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik denganhalusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhikebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupaancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Olehkarena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatanklien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkanpengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi denganlingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
*   Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehinggainteraksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yangmendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga prosesdiatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya danhalusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saathalusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupandirinya.

*   Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individudapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber kopingdilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikanmasalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantuseseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress danmengadopsi strategi koping yang berhasil.
*   Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upayapenyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yangdigunakan untuk melindungi diri.


2.      Pohon Masalah
Berikut adalah pohon masalah dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi.


Devisit Perawatan diri :personal hygine
3.      Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pad aklien denganhalusinasi adalah sebagai berikut :
Ø  Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungandengan halusinasi
Ø  Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Ø  Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Ø  Defisit perawatan diri : Mandi/kebersihan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam merawat diri
Ø  Perubahan proses pikir : Waham berhubungan dengan harga diri rendah kronis




Bab IV
Tinjauan Kasus
Kasus

Klien bernama Ny.B umur 32 tahundatang ke Rumah Sakit bersama saudaranya
Klien tampak murung,sering melamun dan menyindiri,sebelumnya riwayat pekerjaan Klien di Jordania selama 1 tahun 3 bulan, dan klienmengatakan majikannya selalu memukulinya jika hasil kerjanya tidak sesuai dengankeinginan majikannya, dikarenakan klien tidak berkomunikasi dengan baik, klienmengatakan beberapa bulan terakhir ini di Jordania klien mendengar suara-suara keluarganya yang di NTB dan juga mendengar suara-suara yang inginmembunuh klien, klien dipulangkan oleh majikannya dengan gaji penuh keIndonesia dan selanjutnya klien bingung.
Dilakukan pemeriksaan Tanda-Tanda Vital: HR 60x/m,TD 130/80,RR 20x/m.
Data
Ds :
Æ  Klien mengatakan Sering mendengar suara-suara yang bunyinya seperti ingin membunuh klien.
Æ  Suara-suara itu muncul hampir setiap detik dan waktunya setiap pagi, siang dan malam
Æ  Takut saat mendengar suara-suara tersebut
Æ  Klien juga mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain
Æ  Klien mengatakan tidak mau ganti baju dan berpakaian

Do :
Æ  KLien tampak berbicara sendiri
Æ  Klien mondar-mandir
Æ  Saat klien interaksi dengan perawat, klien tampak beralih berinteraksi dengan halusinasinya.
Æ  Suara klien sangat pelan
Æ  Klien menjawab pertanyaannya sangat lambat
Æ  KLien terlihat tidak rapi
Æ  Klien tampak tidak menyisir rambutnya
Æ  Klien sering melamun dan menyindiri



Analisa Data
No
Syntom
Etiologi
Problem
1.
Ds :
·         Klien mengatakan Sering mendengar suara-suara yang
bunyinya seperti ingin membunuh klien.
·         Takut saat mendengar hal tersebut

Do : Klien tampak mondar-mandir

Menarik diri
Gangguan persepsihalusinasi pendengaran
2.
Ds :Klien pernah mendengar suara-suara diYordania tapi saat ini sudah tidak mendengarsuara-suara aneh.
Do : Klien tampak marah-marah
Halusinasi pendengaran
Resiko tinggi perilaku kekerasan
3.
Ds :
·         Klien mengatakn lebih senang sendri
·         Malu dengan orang lain
·         Tidak mau berinteraksi dengan orang lain

Do :
·         Saat berinteraksi suara klien pelan
·         Klien tidak dapat memulai pembicaraan dan klien menjawab pertanyaan sangat lambat
·         Klien sering melamun dan menyindiri
Menarik Diri
Isolasi Sosial
4.
Ds : Klien mengatakan tidak mau ganti baju dan berdandan

Do : Klien terlihat tidak rapi
KLien terlihat tidak menyisisr rambut
Harga Diri rendah
Devisit perawatan diri : personal hyigine dan berdandan
Diagnosa Keperawatan Aktual
1.      Gangguan persepsi halusinasi pendengaran b/d menarik diri
2.      Resiko tinggi perilaku kekerasan b/d halusinasi pendengaran
3.      Isolasi sosial b/d menarik diri
Diagnosa Keperawatan Resiko
1.      Devisit perawatan diri: personal hyignie b/d harga diri rendah



Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Gangguan Persepsi Halusinasi

No
Tanggal
Dx Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Implementasi
Evaluasi
1.
20/03/2012
Gangguan persepsi halusinasi pendengara b/d menarik diri d/d klien sering mendengar suara-suara yang
bunyinya seperti ingin membunuh klien,klien tampak mondar-mandir

Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya

KH : setelah 3x interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat
·         Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik


·         Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap,observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (dengar, lihat.penghidung. raba, kecap)

·         Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.

·         Dengan membina hubungan saling percaya akan memudahkan klien dalam berinteraksi



·         Mengurangi waktu kosong bagi klien
untuk menyindiri











·         Memastikan klien meminum obat secara
teratur
Jam 12.00
·         Memberi salam terapeutik
·         Memperkenalkan diri
·         Menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya



Jam 14.00
·         Memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya.


S : Os masih mendengar suara-suara menakutkan

O : Os masih tampak ketakutan

A : masalah belum teratasi

P : Intervensi 1&2 tetap dilanjutkan
2.
21/03/2012
Resiko tingggi perilaku kekerasan b/d halusinasi pendengaran
Klien dapat mengontrol halusinasinya
·         Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi, identifikasi respon pasien terhadap halusinasi

·         Evaluasi Jadwal harian klien
·         Untuk mengetahui tindakan-tindakan yang dilakukan pasien saat
Berhalusinasi



·         Mengontrol halusinasi klien
Jam 09.00
·         Melatih
klien mengontrol halusinasinya dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.

Jam 12.00
·         Mengajak klien berbincang-bincang
S : Klien mengatakan ia telah menggunakan dan latihan cara
menghardik halusinasinya saat ia mendengar suara-suara

O : Klien masih tampak bingung

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi tetap dilanjutkan (2)
3.
22/03/2012
Isolasi sosial b/d
menarik diri d/d
klien mengatakan lebih
senang sendiri,tidak mau
berinteraksi dengan
orang lain,saat berinteraksi suara
klien pelan
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
·         Kaji penegtahuan
pasien tentang
perilaku menarik diri





·         Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri

·         Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya

·         Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya.

·         Untuk mengetahui alasan klien menarik diri





·         Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan sosialnya.

Jam 10.00
·         Mengajak klien berbincang-bicang mengenai perilaku menarik diri.

·         Memberi kesempatan pda klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri.
S : Os masih tidk ingin berinteraksi

O : Os masih tampak menyindiri

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi tetap dilanjutkan (1&2)
4.
22/03/2012
Devisit perawatan diri : personal hyigine dan berdandan d/d klien mengatakan tidak mau ganti baju,klien terlihat tidak rapi
Klien dapat melakukan perawatan diri
·         Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri

·         Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri

·         Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan diri

·         Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri

·         Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan

·         Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien

Jam 10.00
·         Mendiskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
·         Memberi pujian-pujian pada klien
S : Os tidak ingin berdandan

O : Os masih tampak tidak rapi

A : Maslah belum teratasi

P : Intervensi tetap dilanjutkan (1,2,3)