|
Tahun 1884
sampai 1924, di Kinshasa, Afrika Tengah, seorang pemburu membunuh seekor
simpanze. Tanpa sengaja, darah hewan tersebut masuk ke dalam tubuh pemburu, kemungkinan lewat luka di bagian tubuh si pemburu. Darah
simpanze ternyata mengandung virus HIV. Virus ini sama sekali tidak berbahaya
bagi simpanze, tetapi mematikan bagi manusia. Sejak saat itu, virus terus
menyebar. (sejarah perkiraan)
AIDS pertama
kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for
Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat
adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan
sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii)
pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.
Dua spesies
HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber
dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan
kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal
dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan
troglodytes troglodytes yang ditemukan
di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty
Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea
Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli
berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata
lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih
kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan
bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo
Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary
Koprowski terhadap vaksinpolio. Namun demikian, komunitas ilmiah
umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti
yang ada.
Setiap pertengahan bulan Mei, masyarakat
internasional punya kegiatan yang disebut International AIDS Candlelight
Memorial dan di Indonesia dikenal dengan Malam Renungan AIDS (MRA). Kegiatan
ini selain sebagai media untuk menyampaikan pengetahuan tentang HIV/AIDS juga
menjadi bentuk kepedulian masyarakat dunia terhadap penderita HIV/AIDS.
Penemuan kasus HIV/AIDS pertama kali
terjadi sekitar 1981 oleh ahli kesehatan di Kota Los Angeles, Amerika Serikat,
ketika sedang melakukan sebuah penelitian kasus seri terhadap empat pemuda/mahasiswa.
Di dalam tubuh ke-empat pemuda tadi ditemukan penyakit pneumonia (Pneumonic
Carinii) yang disertai dengan penurunan kekebalan tubuh (imunitas). Dari hasil
penelitian, para ahli kesehatan menemukan jalan untuk penemuan penyakit AIDS.
Virus HIV sendiri baru diketahui sekitar
1983 oleh Lug Montaigneur -seorang ahli mikrobiologi Perancis. Pada 1984,
mikrobiolog asal Amerika Serikat, Robert Gallo mengumumkan pula penemuan yang
sama. Di Indonesia penemuan kasus HIV/AIDS diperkirakan baru diketahui pada 1987,
yaitu pada seorang turis asal Belanda.
HIV/AIDS Dalam Sejarah
1926: Beberapa
ilmuwan menganggap HIV menyebar dari monyet ke manusia sekitar tahun 1926-1946.
1982: Para ilmuwan
menemukan sindrom yang dikenal sebagai GayRelated Immune Deficiency (GRID),
yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan kaum gay.
1983: Dokter di
Institut Pasteur Prancis memisahkan virus baru penyebab AIDS. Virus itu terkait
dengan limfadenopati (Lymphadenopathy-Associated Virus-LAV).
1984: Pemerintah AS
mengumumkan, Dr Robert Gallo dari National Cancer Institute (NCI) memisahkan
retrovirus penyebab AIDS dan diberi nama HTLV 111.
1986: Suatu panitia
internasional menyatakan bahwa virus LAV dan HTLV-III adalah sama sehingga nama
virus itu diganti menjadi HIV.
15 April 1987:
Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan berusia 44
tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali.
Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada enam orang
yang didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.
1987-Desember 2001:
Dari 671 pengidap AIDS, 280 orang diantaranya meninggal dunia.
Februari 1999:
Peneliti dari University of Alabama di Amerika Serikat (AS) meneliti jaringan
yang dibekukan dari seekor simpanse dan menemukan jenis virus SIV yang hampir
sama dengan HIV-1. Simpanse itu berasal dari subkelompok simpanse yang disebut
pan troglodyte yang terdapat di Afrika Tengah Barat.
2001: UNAIDS
(United Nations Joint Program on HIV/AIDS) memperkirakan jumlah Orang Hidup
Dengan HIV/AIDS (ODHA) 40 juta. Sampai sekarang, di subsahara Afrika paling
banyak terdapat ODHA, yakni 70 persen dari ODHA yang ada di dunia. Sedikitnya
12 juta anak menjadi yatim piatu karena HIV/AIDS.
November 2001:
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan obat untuk AIDS dan penyakit
lainnya dalam kasus tertentu boleh tidak dipatenkan.
2002: 3,1 juta
orang meninggal karena penyakit AIDS.
9 Januari 2003:
Penderita HIV/AIDS di Bali bertambah 18 orang lagi. Total kumulatif penderita,
dari 233 orang menjadi 251 orang. Sampai saat ini belum bisa dipastikan posisi
Bali dalam hal urutan jumlah penderita HIV/AIDS dalam skala nasional.
Juli 2003: Salah
satu kasus baru yang belum banyak diketahui orang lain adalah merebaknya
HIV/AIDS dikalangan para petugas kesehatan akibat secara tidak sengaja
tersuntik jarum suntik yang biasa digunakan oleh para penderita penyakit yang diidentikkan
dengan penyakit seksual ini. Kebanyakan yang terkena adalah para suster yang
bertugas untuk menyuntikkan zat anti viral (anti virus) kepada para pasien
penderita AIDS. Tetapi entah kenapa, secara tidak sengaja jarum suntik yang
biasa digunakan untuk para penderita HIV/AIDS, berbalik menyuntik bagian tubuh
mereka. Keadaan dikhawatirkan akan menyebabkan ketakutan di kalangan para
petugas kesehatan, terutama bagi mereka yang ditugaskan untuk merawat ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS). Salah satu cara yang telah dilakukan untuk mengatasi
hal ini adalah dengan pemberian obat jenis post exposure prophylaxis atau
pencegahan pasca pajanan. Tujuannya, agar dapat dideteksi apakah mereka positif
terkena HIV/AIDS atau tidak. Mereka meminumnya selama satu hingga satu setengah
bulan, kemudian pemakaian obat dihentikan. Tiga hingga enam bulan setelahnya,
mereka kembali diberikan obat anti viral untuk melumpuhkan virus HIV.
‘Kecelakaan’ yang tidak disengaja itu akan semakin memperparah kondisi para
pasien HIV/AIDS karena akan semakin banyak orang yang tidak peduli kepada
mereka. Sementara untuk petugas kesehatan diharapkan mereka bersikap hati-hati
dalam bertugas karena pihak rumah sakit tidak menyediakan dana khusus untuk perawatan
dan pengobatan mereka.
20 Agustus 2003:
Generasi muda Papua lama-kelamaan dirasa akan habis karena kurangnya penanganan
masalah HIV/AIDS bagi warga Papua oleh petugas kesehatan. Hal ini dikarenakan
penanganan pemerintah terhadap kasus HIV/AIDS di Papua sangat minim, sedangkan
penderitanya semakin hari jumlahnya semakin bertambah.
22 Agustus 2003:
Sebanyak 27 orang warga Kabupaten Banyuwangi dinyatakan positif terserang AIDS
dan 10 orang lainnya masih diduga terkena penyakit yang sama. Ini merupakan
Angka terbesar di Jatim setelah Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Data ini
berdasarkan survei Dinas Kesehatan pada 45 unit puskesmas dan 12 lokalisasi di
Kota Gandrung itu, sejak awal bulan Agustus lalu. Kesimpulan didapat setelah
dilakukan pemeriksaan contoh darah yang diuji di laboratorium kesehatan pada
Dinas Kesehatan Propinsi Jatim di Surabaya. Penderita adalah para pekerja seks
komersial (PSK), mahasiswa, ibu rumah tangga, PNS, TKI, dan waria. Dari 27
orang yang dinyatakan positif mengidap virus itu, lima di antaranya meninggal
dunia. Sementara sisanya masih dalam pengawasan dan penanganan pihak Diskes
Banyuwangi.
30 November 2003:
Deki (22 Tahun), positif mengidap HIV/AIDS karena jarum suntik narkoba. Deki
tidak tinggal diam menunggu nasib, bahkan ia tidak takut kematian dan menyerah
begitu saja ditengah jepitan ancaman ganda yang harus dihadapinya. Kini, Deki
mengisi hari-harinya dengan bergabung pada Yayasan Pelita Ilmu, Jakarta yaitu
sebuah LSM yang mendedikasikan diri mendampingi penderita ODHA (Orang Dengan
HIV/AIDS).
24 Januari 2003:
Setelah lima hari dinyatakan positif mengidap AIDS, Koko (27 Tahun) meninggal
dengan keadaan mengenaskan, dikucilkan dan sempat ditolak berobat oleh sejumlah
rumah sakit. Berdasarkan data yang masuk, terdapat 306 penderita HIV/AIDS yang
tersebar di Indonesia hingga Desember 2002. Jumlah ini belum termasuk jumlah
korban lain yang tidak terdeteksi.
26 Januari 2004:
Dalam kegiatan Penyuluhan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba di Balai Kota
Bogor, Dr Subagyo Partodiharjo selaku Ketua Yayasan Karya Bhakti mengatakan,
selama 2003, Rumah Sakit Karya Bhakti, Bogor menemukan 14 orang pasien pecandu
narkoba yang dinyatakan positif terinfeksi virus HIV/AIDS.
Rumah Sakit Karya Bhakti merupakan salah satu tempat di Bogor untuk melakukan rapid detoxivikasi (cara medis membuang ketergantungan narkotika). Pasien narkotika dapat melakukan pencekan untuk mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV atau tidak. Tapi, rumah sakit tidak menerima rehabilitasi bagi pasien yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Kebanyakan pasien narkotika yang dilakukan rapid detoxivikasi adalah narapidana dalam kasus narkoba yang ditahan di penjara Paledang,Bogor. Kegiatan Komite ini melakukan penyuluhan dibeberapa daerah. Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu menanggulangi dan memberantas peredaran serta penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Berdasarkan data perkiraan jumlah penduduk Indonesia 0.009 % dari tercatat sebagai korban narkoba. Sedangkan 0,001 % tercatat sebagai sindikat pengedar (bandar, pengedar dan sebagainya). Dalam peredarannya, narkoba diistilahkan sebagai food suplemen yang berguna untuk pengembali kesegaran tubuh. Sebagai pengenalan, biasanya pengedar memberikan narkoba secara cuma-cuma kepada pemakai pemula, yang nantinya akan ketagihan, namun setelah itu, Pengedar menjualnya dengan harga tinggi.
Rumah Sakit Karya Bhakti merupakan salah satu tempat di Bogor untuk melakukan rapid detoxivikasi (cara medis membuang ketergantungan narkotika). Pasien narkotika dapat melakukan pencekan untuk mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV atau tidak. Tapi, rumah sakit tidak menerima rehabilitasi bagi pasien yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Kebanyakan pasien narkotika yang dilakukan rapid detoxivikasi adalah narapidana dalam kasus narkoba yang ditahan di penjara Paledang,Bogor. Kegiatan Komite ini melakukan penyuluhan dibeberapa daerah. Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu menanggulangi dan memberantas peredaran serta penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Berdasarkan data perkiraan jumlah penduduk Indonesia 0.009 % dari tercatat sebagai korban narkoba. Sedangkan 0,001 % tercatat sebagai sindikat pengedar (bandar, pengedar dan sebagainya). Dalam peredarannya, narkoba diistilahkan sebagai food suplemen yang berguna untuk pengembali kesegaran tubuh. Sebagai pengenalan, biasanya pengedar memberikan narkoba secara cuma-cuma kepada pemakai pemula, yang nantinya akan ketagihan, namun setelah itu, Pengedar menjualnya dengan harga tinggi.
14 Februari 2004: I
Gusti Dodi, penderita berusia 21 tahun, meninggal di Rumah Sakit Umum Mataram.
11 Maret 2004: Dua
orang bekas TKW asal Malang di Singapura, yaitu Syt dan Syn diketahui terserang
HIV/AIDS setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Kepanjen. Kedua wanita
ini terdeteksi mengidap penyakit ini pada Februari 2004. Dengan ini, jumlah
pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Malang menjadi 30 orang, empat diantaranya
meninggal dunia. Penderita yang masih hidup terus dipantau kegiatannya. Para penderita
HIV/AIDS berasal dari berbagai kalangan, seperti PSK (Pekerja Seks Komersial),
Waria, Gay, Sopir, dan Pecandu Narkoba.
18 Maret 2004:
Penderita AIDS di Mataram bertambah lagi dengan terindikasikannya Irw (28
tahun) yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Mataram, Nusa Tenggara
Barat lewat instalasi rawat darurat (IRD).
23 Maret 2004: Irw
(28 tahun) seorang sopr taksi yang diindikasikan terkena AIDS, kini hanya
terbaring lemah. Kondisi badannya hampir tanpa kekebalan tubuh. Bahkan keadaannya
semakin memburuk. AIDS tertular padanya melalui suntikan narkoba yang
digunakannya. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa bekas suntikan.
DKI tercatat pada urutan pertama untuk kasus AIDS di Indonesia, dibandingkan dengan Papua, Bali, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ke enam daerah ini memasuki concentrated level epidemic AIDS. Penyebab tingginya kasus AIDS di enam provinsi itu adalah tidak sehatnya perilaku seksual. Untuk itu diperlukan penanganan serius penularan AIDS, seperti program abstinensi -puasa seks, be faithful -setia pada pasangan dan penggunaan kondom. Kasus AIDS juga banyak ditemukan pada pengguna NAZA, khusunya di DKI Jakarta. Penanganannya, lewat peer group education.
DKI tercatat pada urutan pertama untuk kasus AIDS di Indonesia, dibandingkan dengan Papua, Bali, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ke enam daerah ini memasuki concentrated level epidemic AIDS. Penyebab tingginya kasus AIDS di enam provinsi itu adalah tidak sehatnya perilaku seksual. Untuk itu diperlukan penanganan serius penularan AIDS, seperti program abstinensi -puasa seks, be faithful -setia pada pasangan dan penggunaan kondom. Kasus AIDS juga banyak ditemukan pada pengguna NAZA, khusunya di DKI Jakarta. Penanganannya, lewat peer group education.
Apa dan
Bagaimana HIV/AIDS?
AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya
kekebalan tubuh. Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri disebabkan virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus). Pada dasarnya, HIV adalah jenis parasit obligat
yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus ini
"senang" hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia. HIV
akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah,
cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, cairan sumsum tulang, cairan
vagina, air susu ibu dan cairan otak.
HIV menyerang salah satu jenis dari
sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
termasuk limfosit yang disebut "sel T-4" atau disebut juga "sel
CD-4". HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel
darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut "sel T-4" atau
disebut juga "sel CD-4". Dengan melihat tempat hidup HIV, tentunya
bisa diketahui, penularan HIV terjadi kalau ada pencampuran cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti hubungan seks dengan pasangan yang mengidap HIV, jarum
suntik dan alat-alat penusuk (tato, tindik dan cukur) yang tercemar HIV,
transfusi darah atau produk darah yang mengandung HIV dan ibu hamil yang
mengidap HIV kepada janin atau bayinya.
Hal-hal yang tidak berpotensi
menularkannya adalah bersalaman, cium pipi, batuk/bersin, menggunakan telepon
umum/kloset umum, tempat duduk, berenang, alat makan/minum, tinggal serumah
dengan penderita HIV, dan gigitan nyamuk. Tapi lantaran masih terbatasnya
informasi yang didapat masyarakat Indonesia tentang penyakit ini, banyak banyak
penderita HIV/AIDS yang dikucilkan dari lingkungannya.
Kerusakan progresif pada sistem
kekebalan tubuh menyebabkan orang dengan HIV/AIDS (Odha) amat rentan dan mudah
terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak
berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah, bahkan
meninggal. Oleh karena penyakit yang menyerang bervariasi, AIDS kurang tepat
jika disebut penyakit. Definisi yang benar adalah sindrom atau kumpulan gejala
penyakit.
Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali,
karena seringkali mirip penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare
sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam enam minggu pertama
setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih,
sakit sendi, skait menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah
telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala ini biasanya sembuh sendiri dan sampai
4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala. Pada tahun ke-5 atau ke-6, tergantung
masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan
secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah kelenjar
getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan
secara cepat (> 10 persen), diare terus-menerus lebih dari satu bulan disertai
panas badan yang hilang timbul atau terus menerus.
Dalam masa sekitar tiga bulan setelah
tertular, tubuh penderita belum membentuk antibodi secara sempurna, sehingga
tes darah tidak memperlihatkan orang itu telah tertular HIV. Masa tiga bulan
itu sering disebut dengan masa jendela. Jika tes darah sudah menunjukkan adanya
anti bodi HIV dalam darah, artinya positif HIV, penderita memasuki masa tanpa
gejala (5-7 tahun). Tapi, pada masa ini tidak timbul gejala yang menunjukkan
orang itu menderita AIDS, atau dia tetap tampak sehat. Hingga kemudian,
penderita memasuki masa dengan gejala yang sering disebut masa sebagai
penderita AIDS. Gejala AIDS sudah timbul dan biasanya penderita dapat bertahan
enam bulan sampai dua tahun dan kemudian meninggal.
HIV/AIDS jelas berbahaya untuk melakukan
infeksi terhadap orang, karena gejala yang muncul baru diketahui penderita
setelah 2-10 tahun terinfeksi HIV. Disaat itulah sangat dimungkinkan, penularan
terhadap orang lain -setiap orang dapat tertular HIV/AIDS. Padahal, belum ada
vaksin dan obat penyembuhnya.
Sangat disarankan memeriksa darah untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV yang berarti ada HIV di dalam tubuh
-biasanya dilakukan dengan cara Elisa Reaktif sebanyak dua kali. Bila hasilnya
positif, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan Western Blot atau
Immunofluorensensi untuk memastikan adanya HIV di dalam tubuh. Tentu saja saran
ini sangat berlaku bagi seseorang yang mempunyai perilaku berisiko tinggi,
seperti sering berganti-ganti pasangan seks dan pecandu narkotika suntikan,
mendapati gejala penyakit yang khas karena infeksi HIV, menderita penyakit yang
memerlukan transfusi darah terus-menerus seperti hemophili dan sering
berhubungan dengan cairan tubuh manusia.
Jika ternyata positif terkena HIV,
ingatlah selalu untuk jangan pernah menyerah menjaga semangat untuk hidup,
menerima kenyataan dengan sabar sehingga dapat menikmati hidup dengan positif,
menjaga kondisi tubuh dengan makanan bergizi, olah raga, istirahat dan rekreasi
cukup, rajin berkonsultasi dengan dokter dan sahabat yang ahli atau
berpengalaman serta senantiasa berdoa.